Ramai Telegram KAPOLRI Tentang Pelarangan FPI, YLBH-Madura; Aneh Bin Ajaib

Inthost
By Inthost
3 Min Read
Kurniadi (Pengacara)

OPINI— Ramai diberitakan oleh media, terutama oleh Tempo.co, yang dalam dua hari terakhir ini memberitakan mengenai adanya Surat Telegram Kapolri nomor STR/965/XII/IPP.3.1.6/2020, tanggal 23 Desember 2020, yang ditujukan kepada seluruh Kapolda di Nusantara.

Berdasarkan STR tersebut Kapolri menyebut telah ada Perpu yang mengatur mengenai Enam ormas yang tidak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas organisasinya, yaitu Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Aliansi Nasional Anti Syiah, Jamaah Ansarut Tauhit, Majelis Mujahidin Indonesia, Forum Umat Islam dan terakhir Front Pembela Islam (FPI).

Lebih lanjut, Kapolri melalui STR tersebut memerintahkan Kapolda diseluruh Nusantara untuk melakukan deteksi dini terhadap organisasi-organisasi tersebut.

Sementara itu, Kadiv Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Argo Yuwono, mengaku belum mengetahui perihal STR Kapolri tersebut, sebagaimana rilis oleh Tempo pada hari Kamis, 24 Desember 2020.

- Advertisement -
Slider Iklan A
Agustino Sulasno

Ditengah belum jelasnya mengenai STR tersebut, terdapat dua persoalan hukum yang harus dituntaskan, yaitu:

Pertama, mengenai STR. Sulit sekali untuk dipahami oleh nalar hukum manapun mengenai adanya STR yang bisa bocor ke sosial media, apalagi Kadiv Humas Polri sendiri belum mengetahuinya.

Kedua, isi STR mengenai adanya Perpu Ormas yang menyasar hingga menyebut beberapa Ormas, termasuk FPI, dinyatakan sebagai ormas yang dilarang, merupakan konten Perundangan-undangan yang juga tidak masuk akal. Sebab konten yang demikian merupakan domain lembaga peradilan.

Artinya, untuk menyatakan suatu ormas tertentu sah apa tidak, haruslah terlebih dulu melalui proses pemeriksaan lembaga peradilan yaitu melalui serangkaian pemeriksaan pemeriksaan bukti-bukti.

Di bawah nalar yang demikian, maka besar sekali kemungkinannya bahwa STR tersebut merupakan dokumen palsu, atau merupakan informasi bohong.

Dalam hal STR tersebut tidak bohong, maka tentu saja kebijakan pemerintah, yaitu dengan membuat Perpu ini, sudah mencerminkan pribadi yang super gila. Tatanan Ketatanegaraan sudah benar-benar sempurna kerusakannya karena dikelola oleh pribadi-pribadi yang tidak memiliki pengetahuan dan tidak memiliki moral.

Akan tetapi bilamana STR ini tidak benar, maka ditingkat ini Polri wajib melakukan proses hukum terhadap penyebar informasi Hoaks tersebut.

Jika tidak demikian, maka penyebaran STR itu akan dinilai sebagai produk rekayasa Polri, yaitu untuk menjajaki kapasitas HRS dan FPI yang sejak semula memang diincar untuk dihabisi dengan berbagai cara.

Terpendek, pemerintah harus segera memberikan klarifikasi mengenai informasi ini, khususnya mengenai adanya Perpu Ormas. Jika tidak, maka kegaduhan akan kembali timbul akibat lambatnya pemerintah dalam merespon perkembangan opini di masyarakat.

- Advertisement -
Slider Iklan B
Komisioner KPU Anwar Syahroni Arif Firmanto (Kadis) Iklan Pamekasan
Share This Article