Inilah 6 Desa Terbaik di Sumenep

Jailangkung
7 Min Read

galaksi.id. (Sumenep Jawa Timur) — Terungkap sudah rasa penasaran mengenai siapa desa terbaik di Kabupaten Sumenep. Hari ini, 12 Desember 2020, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sumenep telah mengeluarkan rilis yang isinya memberitahukan mengenai 6 desa terbaik yang telah ditetapkan dengan Keputusan Bupati Sumenep Nomor: 188/548/KEP/435.013/2020, tanggal 07 Desember 2020.

Sebagaimana diketahui, sebelumnya DPMD telah menyelenggarakan lomba desa yang tahapannya telah dilakukan sejak tanggal 16 November 2020 dan Tim Juri telah menyelesaikan rekap penilaiannya terhadap peserta lomba dan selanjutnya hasil rekap nilai tersebut, dijadikan dasar dalam penetapan keputusan Bupati Sumenep tersebut.

Menurut Kepala Dinas PMD, Moh. Ramli., S.Sos., MSi., 6 Desa Terbaik tersebut adalah Desa Rubaru Kec. Rubaru, sebagai Juara-1, Desa Kambingan Barat Kec. Lenteng sebagai Juara-2, Desa Rombiya Timur Kec. Ganding sebagai Juara-3, Desa Pamolokan Kec. Kota sebagai Juara Harapan-1, Desa Pasongsongan Kec. Pasongsongan sebagai Juara Harapan-2, dan Desa Payudan Dungdang Kec. Guluk-Guluk sebagai Juara Harapan-3.

Lebih lanjut, sebagaimana diberitakan sebelumnya, desa-desa juara tersebut akan memperoleh hadiah berupa sejumlah uang penghargaan yaitu juara-1 sebesar RP. 30 jt, juara-2 sebesar Rp. 15 jt, Juara-3 sebesar Rp. 10 jt, Juara Harapan-1 sebesar Rp. 8 jt, Harapan-2 sebesar Rp. 6 jt, dan Harapan-3 sebesar Rp. 5 jt.

Menurut Ramli, hadiah uang tersebut akan dibayarkan secepatnya, dalam bulan Desember ini, bersifat non tunai dan uang akan ditransfer melalui rekening kas desa masing-masing dimana uang tersebut dicatat sebagai sumber pendapatan desa oleh desa yang bersangkutan, di pos pendapatan lain-lain.

Selain itu, penyerahan hadiah secara simbolik, nantinya akan diserahkan langsung oleh bapak Bupati Sumenep, yang pelaksanaannya rencananya akan dibarengkan dengan penyerahan SK dan Pelantikan Kepala Desa Antar Waktu (Kades PAW) dibeberapa desa, antara lain Desa Nonggunong Kec. Nonggunong, Desa Campor Timur Kec. Ambunten, dan Desa Penanggungan Kec. Guluk-Guluk.

Lebih lanjut Moh. Ramli menjelaskan:

Evaluasi kinerja dengan cara perlombaan ini, merupakan bentuk pembinaan dan bukan sebagai ajang pemeriksaan investigatif terhadap pemerintah desa/kelurahan Terperiksa. Pembinaan, karena temuan kekeliruan dan berbagai kekurangan ketika dilapangan akan diikuti oleh adanya petunjuk perbaikan oleh tim penilai tersebut”. Tegas Ramli melalui seluler (12/12).

Lebih lanjut, menurut Ramli, evaluasi yang dikemas dengan perlombaan ini, diharapkan menjadi pemantik semangat bagi desa/kelurahan untuk meningkatkan kinerjanya, setidaknya dapat dimulai dari pendayagunaan sumberdaya aparatur desa, dalam kerangka mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba yang didalamnya menuntut adanya kelengkapan Adminitrasi.

Ikut lomba tak mungkin disiapkan sendiri saja oleh Kepala Desa/Lurah. Pasti memerlukan tim solid dari unsur aparaturnya, baik Perangkat, lembaga desa, BPD, PK-PKK, dan seterusnya. Mereka akan berfikir bersama mengenai apa-apa yang diperlukan untuk memamerkan prestasi dan capaian kinerja desanya kepada Tim Penilai”. Tegas Ramli.

Lebih lanjut, menurut Ramli, “demi untuk menang lomba, mereka akan mempersiapkan berbagai dokumen desa. Yang belum punya dokumen akan membuatnya. Jadi, meskipun pembuatannya dadakan, akan tetapi setidaknya dengan lomba ini mereka sudah bisa memiliki dokumen desa. Kekurangan dari semua itu dapat ditemukan dalam penilaian untuk disarankan pembuatan dokumen pendukungannya”.

Sehubungan dengan itu, secara terpisah, Tabrani, selaku Ketua Tim Penilai, melalui chat Aplikasi What’App, mengatakan:

ketersediaan dokumen Adminitrasi desa, meskipun punya nilai, akan tetapi tidaklah yang paling menentukan karena masih akan dilihat persesuaiannya dengan keadaan yang sebenarnya, yaitu melalui sesi pengecekan terhadap dokumen pendukung (penilaian lapang) maupun melalui sesi wawancara yang dilakukan oleh Tim Penilai, baik dengan Kepala Desa/Lurah, maupun dengan sumber-sumber lain yang relevan”;

Tabrani mencontohkan sebagai berikut:

setiap desa memiliki aset desa berupa tanah percaton atau Tanah Kas Desa (TKD). Bahkan, TKD, tercatat dalam APBDes sebagai salah satu sumber pendapatan desa (PADEs). Mengenai ini diperlukan beberapa dokumen turunan yang seharusnya dimiliki oleh desa, setidaknya meliputi: (1) Buku Daftar aset desa, (2) Bukti kepemilikan Aset, (3) Buku Daftar Peraturan Desa, dan (4) Peraturan Desa (Perdes) tentang Tanah Kas Desa, dan seterusnya”. Jelas Tabrani kepada awak media ini: galaksi.id.

Lebih lanjut, Tabrani menjelaskan bahwa Penilaian Kinerja secara umum diarahkan pada tiga aspek, yaitu Bidang Pemerintahan memiliki Bobot 30%, Bidang Kewilayahan memiliki Bobot 30%, dan Bidang Kemasyarakatan memiliki Bobot 40%, yaitu dengan indikator dan subindikator yang secara limitatif diatur dalam Permendagri Nomor: 81/2015 Tentang Evalusi Perkembangan Desa dan Kelurahan;

Penilaian di Bidang Pemerintahan didasarkan pada lima komponen, yaitu: Pemerintah Desa mencakup subindikator Musdes, BPD, Pemdes, Administrasi Desa, Keuangan Desa, dan Akuntabilitas Pembinaan & Pengawasan. Selain itu, komponen berikutnya adalah Kinerja, Inisiatif dan Kreatifitas dalam Pemberdayaan Masyarakat, Desa dan Kelurahan Berbasis Tekhnologi Informasi, dan Pelestarian Adat dan Budaya;

Bidang Kewilayahan, yang memiliki Bobot: 30%, meliputi aspek: Identitas, Batas, Inovasi, Tanggap dan Siaga Bencana, serta Pengaturan Investasi. Sedangkan penilaian di Bidang Kemasyarakatan memiliki Bobot: 40%, meliputi aspek: Partisipasi Masyarakat, Lembaga Kemasyarakatan, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Keamanan dan Ketertiban, Pendidikan, Kesehatan, Ekonomi, Penanggulangan Kemiskinan, dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat.

Jadi, menurut Tabrani, penilaian kinerja oleh Tim Penilai, terikat dan hanya berayun diantara indikator-indikator yang telah ditetapkan oleh Permendagri 81/2015. Tidak ada indikator subjektif dari Tim Penilai. Sehingga tidak perlu lagi ada keragu-raguan dari siapapun mengenai kinerja Tim Penilai.

Terhadap indikator penilaian yang demikian, Sofari, SH., selaku Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Madura (YLBH-Madura) menilai ideal. Indikator tersebut telah memberikan porsi yang lebih besar bagi keterlibatan publik dalam pembangunan desa.

Jadi, menurut Sofari, pembangunan desa memang harus tumbuh dari orisinalitas pemikiran dan kehendak kolektif dari dan oleh masyarakat itu sendiri. Desa tidak sekadar membangun, melainkan atas dasar keinginan dan cita-cita masyarakatnya (Admin).

- Advertisement -
Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan