Kadis PMD sebut Pembentukan Perbup Pilkades telah melibatkan OPD Terkait, DPRD, Akademisi dan Praktisi, Kurniadi: Waktu Ngebahas sedang tertidur Kaleee

Jailangkung
4 Min Read

SUMENEP (galaksi.id)– Pasca viralnya pernyataan Pembina YLBH-Madura, Kurniadi., SH., yang menyebut Perbup Pilkades tidak layak dan jahat, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sumenep, Moh. Ramli., S.Sos., M.Si., angkat bicara menanggapi pernyataan Kurniadi tersebut.

Menurut Ramli, sebagaimana pernyataannya yang dilansir oleh madura.ekspose.com yang tayang pada tanggal 13 April 2021, Perbup tersebut sudah layak karena pembentukannya telah melibatkan OPD terkait, legislatif, akademisi dan bahkan praktisi hukum.

Sementara itu, atas pernyataan Ramli tersebut, Kurniadi menanggapinya dingin. Menurut Kurniadi, keterlibatan Akademisi dan bahkan Praktisi Hukum dalam penyusunan Perbup tersebut merupakan alasan yang tidak relevan dengan permasalahan substantif.

Sebab, menurut Kurniadi, keterlibatan Akdemisi dan Praktisi tersebut tidak menjamin kualitas hasil karena sangat bergantung kepada keseriusan, kesungguhan, tingkat pengetahuan, dan kepekaannya memahami kebutuhan masyarakat.

“Kan bisa jadi pelibatan akademisi dan praktisi dalam penyusunan tersebut hanya formalitas sehingga produknya tidak kualitas,” tulis Kurniadi kepada wartawan memalui chatt whats’App (14/04).

Kurniadi mencontohkan bahwa pada Perbup tersebut masih terdapat banyak kekosongan hukum, antara lain tidak ada pengaturan mengenai kategorisasi pelanggaran pilkades, prosedur penyelesaiannya dan lembaga yang diberi kewenangan menyelesaikan pelanggaran tersebut.

Selain itu, menurut Kurniadi, Perbup juga tidak mengatur mengenai teknis penyelesaian sengketa hasil yang diamanahkan oleh Peraturan Pemerintah (PP) dan Perda Sumenep No.03/2019, sehingga norma yang disusun tidak matching dengan peraturan di atasnya.

Khusus mengenai sengketa hasil, Kurniadi menjelaskan bahwa berdasarkan PP dan Perda, Bupati diberi kewenangan untuk menyelesaikan Sengketa Hasil paling lama 30 hari akan tetapi tidak dijelaskan bagaimana prosedur dan teknis penyelesaiannya.

Lebih lanjut Kurniadi menjelaskan bahwa tidak adanya pengaturan mengenai penyelesaian sengketa hasil, menggiring Bupati untuk sewenang-wenang menentukan tindakan atas dasar tafsirnya sendiri sehingga akan mengakibatkan lukanya salah satu atau bahkan semua peserta pilkades yang tidak didukung oleh bupati untuk menjadi Kades tidak memperoleh keadilan hukum.

Selain itu, pasal yang paling krusial terdapat pada Pasal pengaturan mengenai pengangkatan Pejabat Pelaksana Harian (PLH), baik pada alasan pengangkatannya maupun pada masa keberlakuan jabatan yang berlaku 6 bulan.

Menurut Kurniadi, pengaturan tersebut melanggar Peraturan Perundang-undangan di atasnya, mulai dari Perda, PP dan Undang-undang.

Pasalnya, menurut Kurniadi, pengangkatan PLH itu bersifat sementara karena hanya untuk mengisi kekosongan pejabat definitif yang berhalangan sementara akan tetapi Perbup Pilkades menentukan sebaliknya dimana pengangkatan PLH ternyata didasarkan pada kekosongan jabatan pejabat definitif yang sudah berhalangan tetap.

Selain itu masa berlakunya jabatan PLH yang oleh Perbup diatur punya masa waktu 6 bulan dan bahkan masih dapat diperpanjang lagi. Menurut Kurniadi, penentuan masa berlaku SK PLH, seharusnya tidak boleh lebih dari 3 bulan sesuai dengan Surat Edaran Badan Kepegawaian Nasional.

Berdasarkan alasan-alasan itu, kata Kurniadi, maka Perbup Pilkades secara substantif bertentangan dengan Undang-undang sehingga harus dibatalkan keberlakuannya. (Wafi/Red).

- Advertisement -
Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan