SUMENEP (galaksi.id)— Maraknya pemberhentian Perangkat Desa oleh Kepala Desa di wilayah Kabupaten Sumenep beberapa bulan yang lalu, dimana tidak kurang dari 9 Desa terjadi sengketa Pemberhentian Perangkat Desa di PTUN Surabaya, menarik perhatian Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Madura (YLBH-Madura).
Organisasi sosial ini, meski tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah dalam setiap perumusan kebijakan pembangunan, tetap konsisten dan istiqomah memberikan kontribusi pemikiran konstruktif, bersifat korektif dan solutif dalam berbagai isu-isu hukum, politik dan demokrasi, terutama di Kabupaten Sumenep.
Menurut Sofari., SH., selaku Ketua YLBH Madura, dalam satu bulan terakhir pihaknya mengadakan kajian secara intensif terhadap Peraturan Bupati Sumenep No.8/2020 Tentang Perangkat Desa, yaitu suatu peraturan yang secara teknis mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan Perangkat Desa, termasuk mengenai Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Lebih lanjut Sofari menyampaikan bahwa menurut hasil kajian di lembaganya yang dilakukannya secara intensif dalam satu bulan terakhir ini, Perbup tersebut didapati mengandung banyak muatan norma yang kacau dan tidak karuan.
Sofari mencontohkan mengenai relasi camat dalam soal Pemberhentian Perangkat Desa yang ternyata masih amburadul. Ada camat yang dalam memberikan rekomendasi atas usul pemberhentian Perangkat Desa, isi rekomendasinya tidak sesuai dengan Perbup.
Padahal, menurut Sofari, isi rekomendasi camat itu hanya dibatasi 2, yaitu setuju perangkat desa diberhentikan, ataukah tidak setuju. Kenyataannya, masih ada camat yang isi rekomendasinya masih digantungkan pada suatu persyaratan-persyaratan tertentu yang sama sekali tidak diatur oleh perbup.
Menariknya lagi, pemberian wewenang kepada Camat oleh Perbup tersebut dinilai terlalu berlebihan akan tetapi minus tanggungjawab. Dalam hal ini Sofari mencontohkan bahwa pemberhentian perangkat desa sesungguhnya ditentukan oleh camat karena usulan pemberhentian kalau tidak disetujui Camat Kepala Desa tidak dapat memberhentikan perangkatnya tersebut.
Akan tetapi anehnya, kata Sofari, kalau ternyata Rekomendasi Camat dinilai keliru, camat tidak ikut bertanggungjawab atas rekomendasinya tersebut.
“Yang menentukan perangkat desa berhenti apa tidak itu camat tapi ketika rekomendasi dipersalahkan, yang bertanggungjawab tetap Kepala Desa. Bukan camat,” tandas Sofari kepada awak media ini melalui telpon (03/03).
Terpisah, Kurniadi., SH., selaku Pembina pada YLBH-Madura tersebut, lebih ekstrim. Menurutnya, Perbup No.8/2020 tersebut bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang ada di atasnya, yaitu bertentangan dengan UU-Desa.
Kurniadi menyebutkan bahwa salah satu dasar dari pembuatan Perbup tersebut adalah UU-Desa akan tetapi Si Pembuat perbup dinilainya keliru tafsir atas ketentuan norma yang terkandung di dalam UU-Desa tersebut sehingga memuat norma yang isinya tidak relevan dengan genus norma di atasnya.
Kurniadi mencontohkan mengenai Pemberhentian Perangkat Desa yang ditafsirkan oleh Pembuat Perbup sebagai wewenang Atribusi sehingga yang bertanggungjawab atas pemberhentian Perangkat Desa adalah Kepala Desa.
Padahal, menurut Kurniadi, dalam hal Pemberhentian dan Pengangkatan Perangkat Desa oleh Kepala Desa merupakan Kewenangan Mandat alias kewenangan yang tidak mandiri.
“Artinya, meskipun yang mengangkat dan memberhentikan Perangkat Desa itu Kepala Desa akan tetapi pertanggungjawabannya ada pada Bupati,” tegas Kurniadi kepada awak media ini melalui sambungan telponnya (03/03).
Kekeliruan perbup ini menurut Kurniadi, menyebabkan adanya ketidakpastian hukum, baik Hukum Acara maupun Hukum Materiil. Selain itu, perbup ini secara khusus merugikan Kepala Desa, dan merugikan masyarakat pencari keadilan pada umumnya.
Kurniadi menyatakan pihaknya dalam waktu secepatnya akan segera bersurat kepada Bupati untuk melakukan kajian khusus terkait perbup ini dengan melibatkan ahli, untuk menjajaki kemungkinan perbup tersebut direvisi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Moh. Ramli., S.Sos., M.Si., selaku Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berwenang menyelenggarakan Pembinaan, Pengendalian dan Pengawasan Pemerintahan Desa, hingga berita ini tayang belum dapat dimintai keterangan. (Astri).