Fauzi As Lembar XV
Regulasi Basi
Sejak Tahun 2020 lalu Bupati baru, semua terasa baru, OPD baru, gaya kepemimpinan baru, pola komunikasi baru, bahkan cara menjalankan peraturan perundangan pun terasa baru, begitulah semua dibawa pada rasa baru.
Roda Baru Menggelinding Liar Menabrak Pembatas Aturan
Yang basi dan kadaluarsa sepertinya juga terjadi pada Perda Sumenep Nomor 7 Tahun 2013 dimana Perda ini sebagai Pedoman Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan yang mengatur kewenangan Pemerintah Kabupaten Sumenep.
Perda Sumenep Nomor 7 Tahun 2013 diundangkan salah satu konsederan atau dasar hukum terpenting adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, regulasi ini merupakan instrumen pokok dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, termasuk di dalamnya tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Namun sejak diundangkannya Undang-Undang nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah maka UU. No. 32 Tahun 2004 dicabut dan tidak berlaku lagi.
Semestinya Pemkab Sumenep membuat produk hukum daerah baru, menyelaraskan produk hukum tersebut dengan cantolan regulasi di atasnya.
Tumpang tindih regulasi ini dipertegas dengan diundangkannya Perda Provinsi Jawa Timur Nomor 11 Tahun 2017 yaitu tentang Penyelenggaraan Pendidikan yang merupakan kewenangan Provinsi Jawa Timur.
Akibat tidak diubahnya Perda Sumenep Nomor 7 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan, maka Pemkab Sumenep dapat dikategorikan tidak memiliki pedoman dalam Mengelola dan Menyelenggarakan Pendidikan, padahal seperti kita ketahui OPD dengan nilai anggaran tertinggi adalah Dinas Pendidikan. Hal ini berlangsung sejak tahun 2017 sampai 2023 atau setidaknya 6 (enam tahun).
Disdik dijalankan dengan marka semu dan lampu sayu
Membedah regulasi bau terasi, bagi yang kebagian rujak tetap terasa nikmat, direbut dalam lingkar kawan dan kerabat. Bagi yang tidak kebagian silahkan nikmati bau dan aromanya, sementara pengkritik kebijakan sudah dilabeli cacing kepanasan.
Membaca regulasi bau terasi kadang membosankan dan menyimaknya sangat memuakkan, begitulah kritisisme mengendus aroma persembahan.
Orang bijak mengatakan, jika kekuasan jatuh di tangan orang yang tidak amanah justru akan mempertontonkan ketidak adilan, misi-misi kotor dipaksakan secara kasar dan arogan.
Ini zaman dimana pemimpin dengan sengaja mengabaikan Aspirasi Publik
Dalam tulisan sebelumnya saya menyentil jabatan kepala Bappeda yang sudah kadaluarsa, seperti sedang menguatkan aroma ketidak patuhan oknum pemerintah daerah untuk tunduk dan patuh terhadap peraturan perundangan.
Ketidak patuhan adalah sikap yang mudah menular, sama dengan perokok dan asbak di atas meja, jika lantainya penuh puntung maka perokok yang lainpun mengikutinya, asbak kosong hanya hiasan belaka.
Dan ternyata kebiasaan pemimpin tertinggi di kabupaten ini serupa, ia punya kecenderungan tidak patuh terhadap hukum, bahkan terhadap putusan pengadilan sekalipun.
Berikutnya masih tentang Dinas Pendidikan Sumenep dengan adanya surat sakti, yaitu surat dengan nomor : 420/391/435.101.1/2023. tertanggal 30 Januari 2023 Perihal Permintaan Surat Pernyataan Penetapan Rekening Bank. Benar saja BPRS adalah Bank Favorit dan Kebanggaan Para Pejabat.
Surat itu ditujukan Kepada, Kepala SD Negeri, Kepala SMP Negeri, Kepala SKB, Kepala TK, Sekabupaten Sumenep, dimana isi dari surat di atas menindaklanjuti Peraturan Daerah Kabupaten Sumenep Nomor 7 Tahun 2022, dan Peraturan Bupati Sumenep Nomor 101 Tahun 2022 (Berita Daerah Kabupaten Sumenep Tahun 2022 Nomor 102), Bahwa Gaji dan Tunjangan Tahun Anggaran 2023 melekat pada Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep.
Perbub 101 dan Surat sakti sangat menarik untuk diulas dan diintip arahnya, sebab ada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 11/PMK.05/2016 Tentang Penyaluran Gaji Melalui Rekening Pegawai Negeri Sipil/Prajurit Tentara Nasional Indonesia/ Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia pada Bank Umum Secara Terpusat, Jangan sampai isi dari Perbup 101 menjadi produk yang bertentangan dengan peraturan diatasnya.
Saya menjadi penasaran untuk sekedar membuat analisa rendahan, pada tahun 2021 sejumlah media memuat pemberitaan tentang adanya dugaan gratifikasi mobil kepada beberapa Pejabat, BPRS sebagai salah-satu Brankas uang ASN tentu memiliki bunga yang harum penuh keuntungan. Kembali pada pemberitaan di sejumlah media seperti yang diberitakan petisi.co, disebutkan jatah mobil itu diduga bersumber dari Dana Tunjangan Penghasilan PNS yang disimpan di BPRS Bhakti Sumekar.
Media Petisi.co juga menjabarkan, bahwa gaji dan tambahan penghasilan pegawai alias TPP ASN itu melalui BPRS Bhakti Sumekar.
Bunga harum semerbak dinikmati oknum dalam ruangan, ya karena BPRS itu BUMD, tentu publik Sumenep harus merasakan manfaatnya, semisal dana CSR yang paling tidak bisa dirasakan masyarakat miskin perkotaan, begitu kata teman saya yang lagi santai dengan rokoknya, ia lalu mengirimkan foto dua orang sepuh bersaudara, ini di karang duak dik, RT IV
Keduanya tidak punya anak namanya Syakrani dan Moh Aman, usia keduanya 80 Tahun dan 75 Tahun, “begitu teman saya menjelaskan,” lalu ia melanjutkan ceritanya bahwa kakak beradik ini makannya ditanggung keponakannya yang janda yang juga tidak punya pekerjaan.
Miris, di tengah kota ini distribusi keadilan sosial masih mengambang terbawa arus dan gelombang, padahal statistik kemiskinan sudah menunjukkan angka penurunan, yah… anggap saja kedua bapak ini masih luput dari radar Survei pemerintah.
Sumenep, 8 Februari ditulis dalam ramainya kegelisahan.