SUMENEP, galaksi.id,- Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak tahun 2024 yang lalu, baik Pemilihan Gubernur, Pemilihan Bupati dan Walikota di Jawa Timur, termasuk 4 Kabupaten di Madura, sudah akan mulai dipersidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK) pada bulan ini, Januari, 2025.
Tapi siapa sangka, sengketa yang sejatinya merupakan simbol duka bagi peserta pemilihan, pada saat yang sama ternyata dijadikan kesempatan oleh sekelompok oknum komisioner penyelenggara pemilihan, yaitu KPU secara berjenjang, untuk menggarong keuangan negara.
Fenomena ini didasarkan pada hasil investigasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Madura (YLBH-Madura), yang merilis temuannya kepada media yang menyatakan adanya sindikasi korupsi pada sistem penganggaran, berupa Pengadaan Jasa Pengacara pada setiap KPU yang Pilkadanya bersengketa di MK.
Pasalnya, kata Koordinator Investigasi pada YLBH-Madura, Kurniadi, SH., modus korupsi melalui penganggaran tersebut merupakan cara paling aman, sulit diidentifikasi dan tidak bisa diaudit, lantaran model pengadaannya yang sangat longgar, yaitu tidak melalui mekanisme tender, juga item jasa yang dibutuhkan dari pengacara tidak memiliki barometer yang jelas.
Dikatakan Kurniadi, keberadaan pengacara untuk mendampingi/mewakili KPU selaku Termohon, sesungguhnya tidak diperlukan karena KPU sendiri secara berjenjang, mulai dari KPU Pusat hingga KPU Provinsi, telah mengadakan pembekalan pelatihan terhadap KPU Kabupaten, termasuk dan tidak terbatas pelatihan membuat jawaban atas dalil-dalil gugatan pemohon.
Di bawah fakta yang demikian, Kurniadi menilai keberadaan pengacara hanya sekadar pajangan persidangan, dan hanya diperalat untuk menyerap anggaran karena fungsi substansial dari pengacara berupa karya hukum, tidak dipakai oleh KPU.
Aktivis Pro Demokrasi (Prodem) yang juga merupakan praktisi hukum ini mengatakan, dugaan adanya sindikat korupsi ini telah bersesuaian dengan adanya bukti-bukti pendukung lainnya, antara lain adanya pengkondisian yang dilakukan oleh 2 orang oknum Komisioner KPU Propinsi Jatim inisial A dan R, untuk memakai Jasa Pengacara yang disiapkan dan ditunjuk olehnya.
Kecurigaan Kurniadi semakin menguat ketika oknum komisioner KPU Propinsi Jatim dalam melakukan operasinya tersebut tidak hanya bersifat arahan, melainkan berupa pemaksaan dengan ancaman dan intimidasi yang menyebabkan KPU Kabupaten tidak memiliki pilihan lain selain menggunakan Pengacara yang disediakan oleh oknum KPU Jatim.
Aktivis yang populer dengan Julukan Raja Hantu ini mengatakan, 2 orang oknum komisioner inisial A dan R ini sengaja menyalahgunakan pengaruh jabatannya, mengancam dan mengintimidasi komisioner KPU Kabupaten untuk tujuan agar anggaran Jasa Pengacara diarahkan kepada pengacara yang dikehendakinya, memenuhi kualifikasi sebagai tindak pidana korupsi berjama’ah.
Sebab, kata Kurniadi, uang yang diserap pengacara sesungguhya patut diduga sebagian besarnya akan dialirkan kembali kepada oknum Komisioner, sedangkan pihak pengacara secara psikologi sudah cukup berbangga bisa pamer wajah dipersidangan, serta menambah daftar Currivulum Vitae (CV) sebagai pengacara yang memiliki jam terbang tinggi.
Kurniadi juga menduga modus korupsi ini tidak hanya melibatkan oknum komisioner KPU Propinsi, melainkan juga melibatkan oknum Komisioner KPU Pusat, karena figur pengacara yang disediakan, ternyata memiliki rekam jejak yang terhubung dengan KPU Pusat.
Kurniadi berharap, modus kejahatan ini harus dilakukan langkah pencegahan, yaitu anggaran pengadaan Jasa Pengacara harus dibekukan. Sebab jika tidak, kejahatan dengan modus seperti ini akan sulit bisa dijaring, kecuali hanya melalui operasi tangkap tangan, yaitu saat Si Pengacara menyerahkan uang kepada oknum komisioner.
Kurniadi mengatakan, pengadaan Jasa Pengacara untuk sengketa di MK oleh KPU, tidak hanya masalah hukum, melainkan juga merusak martabat moral demokrasi dan melukai profesi advokat, sehingga layak menjadi perhatian bersama bagi yang memiliki kepedulian terhadap masa depan demokrasi dan penegakan hukum
Selain itu, Kurniadi berharap kepada semua elemen demokrasi dan pegiat hukum di Jawa Timur, bahkan seluruh Nusantara, memberikan perhatian khusus atas kasus ini yakni dengan menuntut sesuatu KPU di wilayahnya yang hasil pilkadanya bersengketa di MK, agar tidak menggunakan dana ini.
Sementara itu, hingga berita ini tayang, wartawan belum bisa memperoleh keterangan dari KPU Propinsi Jawa Timur (AC/Red).