SUMENEP (galaksi.id)– Tak kurang dari 6 media menyiarkan klarifikasi Kapolres Sumenep sehubungan dengan pemanggilan Penyidik Polres Sumenep atas diri Kurniadi yang diduga melakukan tindak pidana pencemaran nama baik melalui media sosial facebook pada tanggal 09 Oktober 2020, atas diri seorang warga bernama Moh.Djufri (pelapor/korban).
Menurut penelusuran media ini, berdasarkan berita salah satu media online, antara lain GERBANG INDONESIA TIMUR NEWS.COM, tayang tanggal 20/04/2021, Moh.Djufri merasa dicemarkan nama baiknya karena dalam rilis yang diunggah Kurniadi tersebut pihaknya disebut dan dipersangkakan memberikan Upeti Kepada Kapolres Sumenep.
Masih menurut media online tersebut, Kapolres Sumenep, AKBP Darman, diberitakan oleh media tersebut berharap Kurniadi sebagai warga negara yang ta’at hukum, apalagi advokat, untuk patuh hukum.
Lebih lanjut Darman menjelaskan bahwa kasus yang menimpa Kurniadi tersebut merupakan kasus person to person, yakni antara pribadi Moh.Djufri (Pelapor/Korban) dengan pribadi Kurniadi (Terlapor).
Lebih lanjut lagi Darman menjelaskan dan berusaha membangun framing bahwa Kurniadi telah keliru paham karena memahami Undangan yang dilayangkan pihaknya dipahaminya sebagai panggilan.
Menanggapi pernyataan Kapolres yang dimuat berita online tersebut, Kurniadi mengaku pusing tujuh keliling. Pasalnya, pihaknya diharapkan untuk patuh hukum, tapi tak jelas untuk mematuhi hukum yang mana.
Kurniadi mengaku lebih pusing lagi kalau ternyata yang dimaksud Darman mengenai agar pihaknya taat hukum ternyata yang dimaksud adalah agar pihaknya menghadap penyidik.
“Lha, katanya hanya undangan, kok suruh dipatuhi sebagai hukum? Pusing saya,!” Tulis Kurniadi kepada awak media ini melalui whtas’App (21/04).
Yang lebih memusingkan lagi, kata Kurniadi, perkara ini dipahami sebagai perkara pribadinya dan bukan perkaranya sebagai Advokat yang menjalankan tugas profesinya.
Menurut Kurniadi, Kapolres gagal paham memahami konstruksi masalah ini karena di awal permulaan rilis yang ditulisnya, pihaknya telah mencantumkan dengan tegas kalau pihaknya dalam kapasitas menjalankan kuasa dari kliennya, Yayasan Panembahan Somala Sumenep (YPS).
“Lha, kok kemudian dipahami sebagai perbuatan pribadi,?” Tulis Kurniadi singkat.
Kurniadi berharap Kapolres tidak berpura-pura tidak tau mengenai perihal tersebut karena pihaknya sebelumnya telah terlibat surat menyurat dengan Kapolres dan Kapolres menyebut pihaknya Kuasa Hukum Yayasan Panembahan Somala.
Bahkan, kata Kurniadi, Pihaknya terlibat dalam beberapa kali sidang di pengadilan dengan Kapolres dalam perkara yang berkaitan dengan perkara ini, dan bahkan lagi, sebelum dipanggil menghadap penyidik pihaknya telah beberapa kali rapat di Polres dimana pihaknya diakui sebagai Kuasa Hukum Panembahan Somala.
Menurut Kurniadi, tidak ada alasan Kapolres mengaku tidak tau kalau pihaknya adalah Kuasa Hukum Yayasan Penembahan Somala (YPS) Sumenep, sehingga menempatkan dirinya sebagai pribadi dalam perkara ini merupakan pemahaman yang tidak tepat.
Kepusingan yang paling memusingkan, kata Kurniadi, rilis yang diunggah diakun FB-nya tersebut pihaknya sama sekali tidak pernah menyebut orang yang namanya Moh. Djufri. Yang disasar justru Kapolres yang dikutuknya menjadi Patung Serigala.
“Yang saya kutuk dalam rilis tersebut adalah Kapolres, tapi yang merasa dicemarkan kok malah Moh.Djufri,?” Ujar Kurniadi mengaku heran kepada awak media ini melalui sambungan telponnya (21/04).
Atas dasar fakta itu, Kurniadi menilai kalau Kapolres Sumenep tersebut patut diduga telah merekayasa kasus ini, yakni untuk membangun bargaining agar pihaknya berhenti tidak menuntut Kapolres untuk melaksanakan putusan pengadilan. (Red).