JAKARTA, galaksi.id,- Dilansir laskarmedia.com, tanggal 12/03/2023, Bambang Djaya dengan ditemani oleh sejumlah tim Penasehat Hukum dari kakak kandung dari Tersangka Herman Djaya, memenuhi undangan Kejagung tanggal 09 Maret 2023 terkait perkara yang diviralkan dengan narasi Mafia Tanah dalam hubungannya dengan Aziz Wellang (korban).
Diberitakan oleh media tersebut, Penasehat Hukum Tersangka Herman Djaya a.n. Sofian Herianto Sianipar, kepada Kejagung mengatakan kalau kliennya (Tersangka Herman Djaya) tersebut dinyatakan tidak melakukan tindak pidana dan meminta Kejaksaan Agung tersebut untuk meninjau ulang status P-21 atas Berkas Perkara kliennya.
Tidak itu saja, Penasehat Hukum Herman juga menuntut Kejagung agar menindak tegas kepada sejumlah jaksa yang dinilai terlibat dalam sindikat mafia hukum, yaitu karena dinilai membantu Mohammad Aziz Wellang, yang dengan jabatannya tersebut melakukan kriminalisasi terhadap kliennya. Herman Djaya.
Artinya, penanganan perkara yang berkaitan dengan Herman Djaya dengan Aziz Wellang, dinilai oleh Penasehat Hukum tersebut ada keberpihakan Jaksa kepada Aziz Wellang, antara lain tidak melakukan penuntutan terhadap Aziz Wellang padahal berkas perkaranya sudah dinyatakan lengkap (P-21).
Sedangkan kliennya sendiri (Tersangka Herman Djaya), karena laporan Aziz Wellang, saat ini telah mengakibatkan kliennya ditetapkan sebagai Tersangka dan Berkas Perkaranya juga dinyatakan lengkap (P-21). Selain itu, dalam perkara hukum lainnya, akibat dilaporkan Aziz Wellang, Herman Djaya sebelumnya juga telah dijatuhi pidana.
Menanggapi tudingan Penasehat Hukum Tersangka tersebut, Kurniadi hanya tertawa ngakak. Pasalnya, pernyataan Penasehat Hukum tersebut dinilai tidak berbobot sama sekali karena hanya menjadikan keterangan Herman Djaya sebagai sumber utama. Padahal, kata Kurniadi, selaku Penasehat Hukum Tersangka, seharusnya melakukan cek & re-cek untuk mencari persesuaiannya.
Berikut di bawah dikutip klarifikasi dan keterangan Kurniadi selaku Pengacara Mohammad Aziz Wellang kepada awak media melalui chatt whats’App (12/03) sebagai berikut:
Pertama; Herman Djaya pernah dilaporkan Aziz Wellang ke Bareskrim Mabes Polri, tanggal 24 Maret 2016, yaitu dengan Laporan Polisi No.: LP/313/Bareskrim, dengan sangkaan melakukan tindak pidana memakai Surat Palsu.
Laporan Polisi tersebut selanjutnya telah diuji dan terbukti di Pengadilan yaitu dengan Putusan No: 293/Pid.B/2017/PN.Jkt.Pst, tanggal 26 September 2017, Jo. Putusan No.: 322/PID/2017/PT.DKI, tanggal 15 Januari 2018, Jo. Putusan No.: 271 K/PID/2018, tanggal 06 Juni 2018.
Jatuhnya pemidanaan itu karena didasarkan pada bukti-bukti yang autentik dan sempurna, dimana Herman Djaya dengan sengaja memakai surat-surat yang diketahui palsu akan tetapi tetap dipakai dan dipergunakan dalam perkaranya melawan Aziz Wellang, yaitu dalam Perkara No.: 247/Pdt.G/2013/PN.Jkt.Pst., tanggal 19 Agustus 2014, Jo. Putusan No.: 451/PDT/2015/PT.DKI, tanggal 19 Oktober 2015, Jo. Putusan No. 2870 K/Pdt/2016, tanggal 14 Desember 2017.
Jadi, Penasehat Hukum Tersangka Herman Djaya seharusnya membaca dan mencermati pertimbangan putusan untuk mengetahui dimana letak kesalahan Herman Djaya selaku kliennya. Tidak asal percaya keterangan Herman Djaya sebab Herman Djaya itu Pembohong Besar.
Kedua; terkait dengan Laporan Herman Djaya di Polda Metro Jaya yang katanya sudah P-21 akan tetapi tidak jelas akhir penanganan perkaranya, saya jelaskan begini:
Memang benar Aziz Wellang pernah di Laporkan Herman Djaya Di Polda Metro Jaya, yaitu Laporan Polisi Nomor: LP/1520/V/2013/PMJ/Ditreskrimum, tanggal 07 Mei 2013, dengan sangkaan melakukan tindak pidana Penggelapan-Penipuan Pasal 378/372 KUHP.
Benar pula kalau Berkas Perkaranya dinyatakan Lengkap (P-21) oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 01 Oktober 2015, akan tetapi Laporan tersebut selanjutnya dihentikan penuntutannya (SKPP) oleh Penuntut Umum pada tanggal 23 Agustus 2017 karena alasan tidak cukup bukti.
Kenapa tidak cukup bukti? Karena kalau Aziz Wellang dinilai menipu Herman, tuduhan itu menjadi error in persona alias salah orang, karena pihak yang seharusnya dimintai tanggungjawab hukum itu adalah figur palsu yaitu pihak yang menyamar menjadi Mohammad Aziz Wellang. Yaitu orang berinisial BC.
Sedangkan kaitannya dengan Pasal Penggelapannya, juga tidak relevan karena Aziz Wellang memiliki sertifikat atas tanah tersebut, sehingga tidak dapat disebut menggelapkan tanah milik Herman Djaya.
Apalagi, sertifikat milik Herman sudah dibatalkan jauh-jauh hari oleh Kanwil BPN DKI Jakarta tanggal tanggal 17 Feb 2014, dengan surat nomor: 494/600.18-31/II/2014, sehingga Herman Djaya sudah mengetahui kalau haknya atas tanah tersebut telah lenyap.
Lebihanjut dikatakan Kurniadi, Tersangka Herman Djaya juga tau kalau laporannya tersebut sudah dihentikan penuntutannya karena Herman Djaya pernah mengajukan gugatan Praperadilan atas penghentian penuntutan tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, terdaftar dengan Perkara Nomor: 10/Pid.PRAP/2017/PN.Jkt.Pst, tanggal 06 Oktober 2017, akan tetapi gugatan tersebut ditolak.
Bahkan, kata Kurniadi, Tersangka Herman Jaya juga pernah menggugat Polda Metro Jaya, terdaftar dengan Perkara Nomor: 80/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Pst, tanggal 16 Desember 2016, akan tetapi gugatannya ditolak oleh pengadilan.
Gugatan Herman itu, kata Kurniadi, didasarkan pada alasan bahwa Polda Metro Jaya telah melakukan PMH karena dalam rentang waktu 1 tahun sejak Berkas Perkaranya dinyatakan lengkap (P-21) tanggal 01 Oktober 2015, Polda tidak menyerahkan Aziz Wellang kepada Penuntut Umum untuk disidangkan.
Dengan demikian, kata Kurniadi, Herman Djaya sebetulnya sudah mengetahui kalau laporannya di Polda Metro Jaya tersebut telah memiliki hasil akhir, yaitu dihentikan Penuntutannya. Bahkan, sudah pernah dipraperadilankan akan tetapi tetap ditolak oleh pengadilan.
“Jadi, kalau Herman mengaku heran kenapa Aziz Wellang tetap berkeliaran, itu hanya untuk menyesatkan opini publik dan untuk memperoleh simpati publik, ya” Tegas Kurniadi melalui sambungan telponnya (12/03). (Red).