Dugaan Penyelewengan Dana Desa, Warga Errabu Desak Inspektorat Sumenep Bertindak

Jailangkung
3 Min Read

SUMENEP (galaksi.id)— Sejumlah warga Desa Errabu, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, yang mengatasnamakan diri Komunitas Peduli Errabu (KOMPER) mendatangi Kantor Inspektorat Sumenep pada Kamis (28/1/2021). Kedatangan mereka bermaksud untuk melakukan audiensi dengan Inspektorat Sumenep terkait dugaan penyalahgunaan dana desa.

“Iya betul, KOMPER telah melakukan audiensi dengan Inspektorat Sumenep pada Kamis kemarin,” ujar Ketua KOMPER Moh Adnan saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon pada Minggu (31/1/2021).

Menurut Adnan, audiensi dilakukan berawal dari temuan YLBH-Madura terkait dugaan proyek fiktif berupa pemeliharaan pasar menggunakan dana desa tahun anggaran 2019-2020.

“Dari temuan tersebut, kami dari Komunitas Peduli Errabu langsung melakukan penelusuruan terkait penggunaan dana desa dari tahun ke tahun. Ternyata, bukan hanya penggunaan dana desa 2019-2020 yang patut diduga bermasalah,” ujarnya.

Bahkan, kata Adnan, pihaknya menemukan beberapa kejanggalan terkait penggunaan dana desa sejak 2016-2020. Setidaknya ada tiga kejanggalan terkait penggunaan dana desa Errabu yang disampaikan dalam audiensi bersama Inspektorat Sumenep.

Pertama, dugaan proyek fiktif berupa pemeliharaan pasar yang mencapai Rp 272 juta pada 2019-2020. Kedua, pembelian lahan sendiri untuk pembangunan Polindes pada 2018. Ketiga, dugaan korupsi pada proyek Rabat Beton di Dusun Bara’ Leke pada 2016.

Adnan menduga telah terjadi korupsi dana desa secara besar-besaran oleh pemerintah desa Errabu. Sebab itu, ia meminta Inspektorat Sumenep untuk melakukan langkah-langkah hukum mengusut dugaan penyalahgunaan dana desa tersebut.

“Bagi saya, ini patut diduga telah terjadi korupsi besar (dana desa) yang berlangsung dari tahun ke tahun. Ini tidak bisa dibiarkan terus-menerus. Kejahatan harus segera dihentikan. Kami minta Inspektorat untuk bergerak aktif, turun langsung ke lapangan melakukan pengecekan dan segera lakukan langkah hukum,” ucapnya.

“Bayangin saja, kita ini dari dulu tidak pernah punya yang namanya pasar. Tiba-tiba muncul belanja pemeliharaan pasar 2 tahun berturut-turut yang nilainya mencapai Rp 272 juta. Apa-apaan ini? Akal sehat mana yang bisa terima?,” imbuhnya.

Selain itu, lanjut Adnan, pembelian lahan senilai Rp 48 juta pada 2018 untuk pembangunan Polindes juga sangat tidak masuk akal. Sebab menurutnya, Polindes dibangun di atas tanah percaton atau tanah negara. “Ini kan aneh. Seharusnya tidak perlu ada biaya pembebasan lahan. Masa iya kita beli tanah milik sendiri?” tanya Adnan dengan nada heran.

Lebih lanjut, ia juga mengungkap adanya dugaan korupsi dalam proyek rabat beton di Dusun Bara’ Leke pada 2016 lalu. Ia menduga telah terjadi mark up volume pada proyek yang menghabiskan anggaran sebesar Rp 145 juta itu.

“Di prasastinya itu tertulis dikerjakan 706×1,2 meter, tapi setelah kami ukur ternyata hanya ada sekitar 300an meter. Saya ngga tau ini dulu ngukurnya gimana. Nah, ini persoalan yang juga harus diusut,” pungkasnya. (BN)

- Advertisement -
Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan