Kenapa Herman Djaya Disebut Mafia Peradilan, Ini Alasannya!

Jailangkung
4 Min Read

JAKARTA (galaksi.id)– Permohonan Peninjauan Kembali Ke-II (PK Ke-II) terhadap produk putusan peradilan tata usaha negara (peratun), yang diajukan oleh Mohammad Aziz Wellang diendus Herman Djaya selaku Termohon PK, bernuansa ada praktek mafia peradilan lantaran seharusnya tidak ada PK terhadap putusan PK.

Dikatakan Kurniadi, selaku Kuasa Hukum Aziz Wellang, alasan Herman Djaya tidak berdasar hukum lantaran PK Ke-II diperkenankan karena didapati ada 2 produk putusan peradilan yang saling bertentangan sehingga untuk menjamin kepastian hukum dapat diajukan PK.

Disinggung mengenai tuduhan mafia peradilan, Kurniadi justru menyatakan Herman Djaya paling relevan untuk disebut mafia karena selama berperkara Herman justru menjadi pihak yang paling diistimewakan oleh APH. Baik mulai dari kepolisian hingga lembaga peradilan.

Hal itu, kata Kurniadi, tergambar dari sejumlah peristiwa, antara lain yang terjadi pada bulan September 2010, dimana ada 2 oknum polisi yang mengaku dari Polda Metro Jaya, an. MKR dan DMG (inisial), mewakili Herman Djaya mendatangi area tanah dan menyuruh pergi orang-orang dari area tanah tersebut.

Selain itu, APH juga melakukan pembiaran terhadap sejumlah preman suruhan Herman Djaya yang mengobrak-abrik bangunan lapak milik warga di area tanah milik Mohammad Aziz Wellang, masing-masing pada tanggal 05 dan 25 Januari tahun 2012.

Tidak itu saja, Herman Djaya yang merupakan aktor intelektual dibalik peristiwa kerusuhan tersebut, tidak diproses dalam Laporan Polisi Nomor: LP/78/I/PMJ/2012/Dit.Reskrim-Um, tanggal 09 Januari 2012, hingga sekarang.

Sedangkan laporan Herman terhadap Aziz Wellang yang justru datang belakangan, kata Kurniadi, begitu cepat diproses oleh penyidik hingga menjadikan Aziz Wellang sebagai Tersangka dalam Laporan Polisi Nomor: LP/1520/V/2013/PMJ/Ditreskrimum, tanggal 07 Mei 2013.

“Itu pun belum menghitung sejumlah laporan lain yang tidak diproses, ya”, Terang Kurniadi kepada wartawan melalui chatt Whats’Apps (28/02).

Kendati demikian, pengacara yang populer dengan julukan Raja Hantu ini menyatakan bersyukur karena Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh Herman, sehingga penetapan Aziz Wellang sebagai Tersangka tersebut dihentikan penuntutannya oleh jaksa pada tanggal 23 Agustus 2017.

Kurniadi juga menyatakan bahwa pejabat di Bareskrim ternyata tidak semua bisa dikendalikan Herman, sehingga salah satu laporan Aziz Wellang dilembaga tersebut ternyata ada yang ditindaklanjuti dan selanjutnya telah memperoleh Putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dimana Herman Djaya dijatuhi hukuman penjara.

Lebihlanjut Kurniadi mengatakan bahwa kemenangan Herman Djaya dalam semua perkaranya melawan Aziz Wellang karena mencurangi APH, termasuk mengelabui Majelis Hakim dengan cara memerankan figur palsu dan dengan surat-surat otentik yang palsu, dengan cara perhitungan tertentu.

Kurniadi mencontohkan, tanah yang dikatakan sendiri oleh Herman Djaya bernilai tidak kurang dari Rp. 30 Milyar, ternyata hanya diperoleh dengan biaya Rp. 500 jt, yaitu dengan cara dibayarkan kepada seseorang yang diperankan seolah-olah Aziz Wellang, kemudian Aziz Wellang Palsu tersebut seolah-olah menjual tanahnya kepada Herman Djaya.

Akibatnya, meskipun Aziz Wellang Palsu tersebut dihukum, tapi apa artinya uang 500 juta dibandingkan dengan nilai tanah ini, dimana Herman Djaya kemudian minta dinyatakan pembeli beri’tikat baik sehingga tetap dinyatakan sebagai pemilik atas tanah milik Aziz Wellang tersebut.

Kendati demikian, putusan perdata yang dimenangkan Herman Djaya tersebut sudah dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan yang sama. (Ady/Red).

- Advertisement -
Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan