SUMENEP (galaksi.id)– Kasus permasalahan tanah antara Markas Komando Distrik Militer (Makodim) 0278 Sumenep dengan Yayasan Panembahan Somala Sumenep (YPS), tampaknya telah dan akan terus membawa berkah bagi warga masyarakat Sumenep.
Pasalnya, ribut kasus itu telah menarik perhatian banyak pihak, antara lain Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Madura (YLBH-Madura) untuk melakukan kajian dan investigasi berkenaan dengan kasus tanah tersebut.
Hasil investigasi lembaga bantuan hukum tersebut cukup mencengangkan karena upaya untuk memperoleh hak atas tanah YPS tidak hanya melakukannya secara sporadik ketika berurusan dengan Makodim, melainkan jauh sebelumnya YPS pernah melakukannya secara massif dan berskala besar melalui program Ajudikasi pemerintah beberapa tahun yang lalu.
Berdasarkan rilis YLBH-Madura, YPS memiliki sedikitnya 308 bidang tanah sertifikat, serta luas tanah yang keseluruhannya adalah 334 ha, dimana dari luas tanah tersebut sebanyak 80 ha diantaranya diperoleh YPS melalui program ajudikasi.
Menurut Kurniadi, selaku Koordinator Tim Bidang Litigasi pada yayasan lembaga bantuan hukum tersebut, mengatakan bahwa penerbitan ratusan sertifikat tanah tersebut potensi bermasalah karena penerbitannya menyalahi peraturan perundang-undangan dan bertentangan dengan hak-hak warga.
Dikatakan Kurniadi, secara administratif, penerbitan sertifikat kepada Yayasan tersebut mengandung cacat prosedur dan cacat materiil sekaligus. Sedangkan secara hukum kebendaan perbuatan pertanahan dan YPS tersebut melanggar hak orang lain, yaitu hak untuk memperoleh hak atas tanah.
“Pelanggaran prosedur itu tampak dari proses penerbitan sertifikat yang menempatkan objek tanah yang dimohon YPS tersebut seolah-olah sebagai tanah negara (TN) ya” terang Kurniadi kepada wartawan melalui sambungan telponnya (29/01).
Lebihlanjut dikatakan Kurniadi, objek tanah yang dimohon YPS itu sebelumnya telah tercacat sebagai hak milik orang lain sehingga ketika akan diubah sebagai milik YPS haruslah melalui mekanisme lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Selain itu, kata Kurniadi, kekeliruan penerbitan ratusan sertifikat tersebut tidak hanya bersifat adminitratif, melainkan juga mengandung perbuatan melanggar hukum yang dapat dimintai tanggungjawab secara pidana maupun secara perdata.
Kaitannya dengan tindak pidana dimaksud, Kurniadi memberikan contoh bahwa dalam penerbitan sertifikat tersebut didasarkan pada pernyataan-pernyataan bohong dan surat-surat palsu, antara lain mengaku objek tanah tersebut sebagai hak miliknya melalui Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Tanah.
Selain itu, yang paling menarik perhatian Kurniadi adalah bahwa ratusan tanah yang beralih kepada YPS tersebut ternyata pada mulanya merupakan tanah milik 1 orang warga berinisial “ME”.
Dengan demikian, kata Kurniadi, siapapun akan merasa penasaran bagaimana mungkin 1 orang bisa memiliki ratusan hektar tanah dan yang keberadaan tanah-tanah tersebut satu sama lainnya terpisah sangat jauh, antar desa dan di lintas kecamatan.
Sementara itu, hingga berita ini tayang, Ketua Yayasan Panembahan Somala (YPS) belum dapat dimintai keterangannya berkaitan dengan proses pengajuan pendaftaran hak atas tanah kepada atas nama YPS (Ady/Red).