galaksi.id (Jakarta)- Gaduh tentang pelarangan FPI tanggal 30 Desember seharusnya tidak menjadi polemik. Pasalnya, menurut Prof. Dr Indriyanto Seno Adji, SH, MA., Pengajar PPS Bid Studi Ilmu Hukum UI, dalam rilisnya mengatakan bahwa pelarangan FPI yang dituangkan melalui SKB merupakan domain facet HTN-HAN. Artinya memang menjadi kewenangan pemerintah.
Masih menurut Indriyanto, sebagai produk HTN, maka setiap pelanggaran terhadap pelarangan tersebut dapat berdampak Hukum Pidana bagi pelakunya karena SKB tersebut memiliki legalitas yg dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Sehingga SKB tersebut patut diapresiasi dan didukung penuh oleh semua komponen bangsa.
Lebih lanjut, Indriyanto mengatakan AD/ART FPI ini bertentangan dengan UU Ormas sebagaimana telah ditegaskan pada Pasal 1 UU No. 16/2017 tentang Ormas, dan Kementerian Dalam Negeri sampai sekarang TIDAK menerbitkan Surat Keterangan Terdaftar bagi FPI, dan tidak mengakui Pancasila.
Oleh karena itu, Kementerian Hukum & Hak Asasi Manusia memiliki kewenangan melakukan evaluasi status hukum ormas sebagai badan hukum, dan FPI tidak pernah terdaftar sebagai status badan hukumnya.
Dari sisi hukum, identitas FPI ini layak dianggap sbg OTB (Organisasi Tanpa Bentuk) yg ilegal sifatnya, apalagi bila aktifitas dan kegiatannya terdapat dan ditemukan substansi penerapan Islam secara Kafah dibawah naungan (Negara) Khilafah Islamiyah dan memunculkan nama dan kata NKRI Bersyariah.
Pelarangan kegiatan dan aktifitas FPI haruslah diartikan terhadap segala bentuk organ dan perubahannya, baik langsung atau tidak langsung, dg segala atribut maupun lambang organ dan perubahannya.
Perubahan nama dan bentuk baru organisasi terlarang yg tetap berbasis negara khilafah islamiyah adalah bentuk pembangkangan thd kekuasan negara dan konstitusi yang sah dan karenanya melanggar hukum yg harus ditindak secara tegas,
“karenanya, pelanggaran terhadap larangan ini merupakan bentuk pelanggaran hukum yg baru”. Tegas Indriyanto dalam rilisnya 03/01.
Selain itu, kata Indriyanto, tentang Nama dan Bentuk Baru Ormas, tanpa menghendaki pendaftaran atas perubahan nama tsb, adalah tetap bertentangan dg perundang-undangan (UU Ormas dan KUHP) dan tidak sah.
“Perubahan nama dan bentuk organisasi baru tanpa melalui prosedur hukum yg berlaku, menjadi dasar bagi Pemerintah untuk lakukan Keputusan untuk Pembubaran dan Pelarangan Kegiatan dan Aktifitas Organisasi Masyarakata yang baru tersebut”.
Tentang Gugatan Ke PTUN, Indriyanto mengatakan Sepanjang SKB dianggap memenuhi syarat Konkrit (pelarangan), Individual (FPI), Final (Pelarangan Kegiatan FPI), maka UU Peratun memberikan hak gugat thd SKB tsb, FPI lemah karena tidak memiliki legal Standing.
“Kelemahan dari FPI adalah absurditas dari sisi Legal Standing FPI, yaitu secara de yure bahwa status hukum FPI sebagai Ormas tidak pernah terdaftar sebagai Badan Hukum sejak 20 Juni 2019”. Uangkap Indriyanto dalam rilisnya 02/01.
Konten berita yang hampir sama bunyinya, pernah tayang di media Pikiran Rakyat, 03/01/2021. (Admin).