SUMENEP (galaksi.id)– Polemik Paripurna yang digelar DPRD Kab. Sumenep tanggal 23/06/201 yang lalu, dituding aktivis Prodem pada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Madura (YLBH-Madura), Kurniadi, sebagai bukti lemahnya kapasitas kepemimpinan pada unsur Pimpinan DPRD Kab. Sumenep.
Pasalnya, menurut Kurniadi, prosedur pengambilan keputusan melalui Paripurna sudah sangat gamblang diatur oleh peraturan yang dibuat oleh DPRD sendiri, yakni Peraturan DPRD Kab. Sumenep No.1/2020 Tentang Tata Tertib.
Kurniadi bahkan mengapresiasi sejumlah anggota DPRD yang menolak hadir ke Paripurna, karena bilamana mereka hadir justru akan menambah beban kerugian negara, setidaknya yang timbul karena adanya sajian makanan-minuman (MaMin) dalam acara tersebut.
Menurut Kurniadi, Paripurna tanggal 23 Juni 2021 yang lalu merupakan Paripurna yang tidak sah dan batal demi hukum sehingga kerugian yang telah timbul akibat pelaksanaan Paripurna tersebut haruslah diganti.
Lebih lanjut Kurniadi menjelaskan bahwa meskipun penjadwalan Paripurna telah benar dilakukan oleh Pimpinan DPRD, karena eks.Officio merangkap sebagai Ketua Badan Musyawarah (Bamus), akan tetapi Pimpinan DPRD telah keliru mengoperasionalkan ketentuan norma pada peraturan tersebut.
Disinggung mengenai apa kekeliruan pimpinan dalam mengoperasionalisasi norma dimaksud, Kurniadi mengatakan karena dalam penetapan jadwal paripurna, Pimpinan DPRD memberi wewenang kepada Komisi-Komisi untuk membahas Perhitungan Penggunaan APBD, padahal yang berwenang membahas perhitungan tersebut adalah Badan Anggaran (Banggar). Bukan Komisi.
Lebihlanjut kata Kurniadi, setelah Pimpinan DPRD mengetahui adanya kekeliruan pada penetapan jadwal, seharusnya Pimpinan DPRD melakukan ralat melalui Rapat Bamus untuk menentukan re-sceduling atau penjadwalan ulang untuk menentukan jadwal Paripurna. Bukan memaksakan diri tetap menggelar Paripurna.
Tidak itu saja, kata Kurniadi, pimpinan DPRD masih melakukan kekeliruan berlanjut pada penerapan teknis beracara, yakni setelah diketahui paripurna belum qourum, Pimpinan tidak melakukan penundaan sebanyak minimal 2 kali, yang masing-masing penundaan dibatasi minimal 1 jam, sebelum kemudian menyatakan Paripurna Ditunda.
Kurniadi mengaku heran tentang ke tidakmengertian Pimpinan DPRD dalam menerapkan aturan yang dibuatnya sendiri tersebut, padahal mereka lebih senior dari anggota dan aturan tersebut dibuat oleh mereka sendiri.
“Anggota DPRD yang menolak Paripurna ternyata lebih pintar dari pimpinannya, ya,” terang Kurniadi kepada awak media ini melalui sambungan telponnya (25/06).
Selain itu, Kurniadi juga menyayangkan kekeliruan penetapan jadwal kegiatan DPRD tersebut dilakukan bersama-sama dengan Sekretariat Kedewanan dimana di sekretariat tersebut terdapat Pejabat Bagian Hukum yang tugasnya memberikan telaah hukum terhadap produk-produk kegiatan yang akan dilakukan oleh pimpinan DPRD.
Sementara itu, Ketua DPRD Sumenep, KH.Abdul Hamid Ali Munir, hingga berita ini tayang belum bisa dihubungi. (Yanti/Red).