JAKARTA (galaksi.id)— Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur pesimistis peristiwa KM50 yang menewaskan 6 laskar FPI pada 7 Desember 2020 bisa diproses di Pengadilan Pidana Internasional atau ICC. Sebab menurutnya, Indonesia hingga saat ini belum meratifikasi Statuta Roma.
“Agak berat. Kecuali Indonesia sudah meratifikasi (Statuta Roma),” kata Isnur dalam Diskusi Online bertajuk, “Menimbang Peluang Pengadilan Internasional Usut Peristiwa KM50” yang diselenggarakan Institut Demokrasi Republikan (ID-Republikan), Senin (8/2/2021).
Selain itu, lanjut Isnur, ICC akan turun tangan jika Indonesia dianggap tidak mampu atau tidak memiliki kemauan untuk melakukan penuntutan atau penegakan hukum. “Kalau di dalam negeri masih ada unsur dan mekanisme hukum yang bisa dilalui, maka ICC tidak bisa turun tangan,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Pengamat Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) yang juga Wakil Sekretaris Komisi Hukum dan HAM MUI Pusat, Erfandi. Ia menekankan agar kasus KM50 ini diproses terlebih dahulu di dalam negeri.
“Hukum nasional dulu ditaatin sebelum dibawa ke ranah internasional. Bagaimana pun kita punya kedauluatan hukum,” ucapnya.
“Indonesia berhak adili kasus ini terlebih dahulu sebelum dibawa ke Mahkamah Internasional,” imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Tim Advokasi Korban Peristiwa KM50 Hariadi Nasution mengatakan, aduan ke Mahkamah Internasional dilakukan semata-mata untuk menyuarakan aspirasi keluarga korban yang menuntut keadilan. “Keluarga korban ini meminta keadilan, ini harus kita pahami ya. Kita hanya melaksanakan apa yang jadi hak suara korban di negeri ini,” tuturnya.
Menurutnya, pelaporan terhadap Mahkamah Internasional ini sudah melalui pertimbangan yang matang. Hal ini diharapkan dapat membuka mata dunia internasional tentang hukum di Indonesia.
“Setidaknya minimal Indonesia malu di mata internasional kalau Indonesia ada persoalan hukum. Padahal Indonesia dikenal sebagai negara hukum,” ujarnya.
Masih di forum yang sama, Dosen Hubungan Internasional President University, Muhammad AS Hikam menilai hasil investigasi Komnas HAM terkait peristiwa KM50 sudah sangat fair. Sebab itu, ia berharap kelompok yang belum puas atas hasil investigasi tersebut dapat bekerjasama dengan Komnas HAM mengusut kasus KM50 secara tuntas.
“Saya melihat Komnas HAM sudah melakukan tugasnya sesuai dengan apa yang seharusnya dilakukan. Karena menurut saya Komnas HAM sudah fair karena menyebut ada unlawfull,” pungkasnya.