galaksi.id (Sumenep)— Kasus sengketa Pemberhentian Perangkat Desa oleh Kepala Desa yang berlanjut hingga di PTUN, Kabupaten Sumenep merupakan kabupaten terbesar dalam menyumbang jumlah kasus tersebut dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di Jawa Timur.
Pasalnya, Pemberhentian Perangkat Desa di Kabupaten Sumenep terjadi hingga 9 desa, sedangkan di Kabupaten lain paling banyak hanya ada dua kasus.
Menurut penelusuran media ini, dalam kasus-kasus Pemberhentian Perangkat Desa, pejabat yang didudukkan sebagai Tergugat adalah Kepala Desa (Kades), yaitu Keputusan Kepala Desa Tentang Pemberhatian Perangkat Desa.
Menariknya lagi, hampir kesemua gugatan yang diajukan oleh Perangkat Desa dimenangkan oleh pengadilan.
Kendati demikian, meskipun menang, Perangkat yang diberhentikan tersebut potensi tetap gigit jari alias tetap tidak bisa diangkat kembali menjadi Perangkat Desa.
Pasalnya, menurut Ach. Supyadi., SH., MH., selaku Kuasa Hukum Perangkat Desa Aengtongtong dan Pagerungan Besar yang memenangkan perkara di PTUN, pihaknya mengendus adanya upaya Pemda, yang dalam hal ini adalah Bagian Hukum Pemda Sumenep, untuk mendegradasi putusan pengadilan yaitu mengeluarkan saran hukum yang sesat.
Menurut Ach. Supyadi, saran hukum sesat tersebut adalah saran agar kepala Desa menjalankan putusan pengadilan yaitu mencabut SK Pemberhentian yang dilakukannya akan tetapi setelah dicabut Kepala Desa disarankan untuk memberhentikan kembali.
Achmad Supyadi bahkan menyesalkan Bupati Sumenep yang hanya bisa membuat Perbup akan tetapi ketika Perbup tidak menguntungkan Bupati sendiri, Bupati menafsirkan Perbup sesuai seleranya sendiri.
“… aturan Perbup melarang perangkat desa diberhentikan sampai umur 60 tahun tapi dari Pemkab Sumenep sendiri tidak ada pertanggungjawaban ketika ada perangkat desa yang diberhentikan oleh kadesnya, tidak berimbang namanya itu,” tegas Ach. Supyadi kepada awak media ini melalui chatt whats’App (15/01).
Kalau demikian, kata Supyadi, pihaknya meminta Bupati Sumenep untuk merevisi Perbup.
“rubah saja itu aturan ke memberhentikan perangkat desa itu boleh, jangan dilarang-larang apalagi perangkat sampai umur 60 tahun,” tulis Ach. Supyadi kepada awak media ini.
Sementara itu, Kuasa Hukum Kepala Desa Pagerungan Besar, Ach. Kurniadi, yang merupakan lawan Ach. Supyadi tersebut di pengadilan, mengaku sependapat dengan Ach. Supyadi, khusus mengenai revisi Perbup No.08/2020 tentang Perangkat Desa yang menjadi pedoman Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.
Menurut Kurniadi, pihaknya juga mengakui kalau Perbup No.8/2020 merupakan sekumpulan norma yang tidak cukup memadai untuk menjadi pedoman penyelesaian masalah.
Bahkan, menurut Kurniadi, Perbup tersebut muatannya menyeleweng dari tujuan pemberian wewenang yang diberikan oleh Peraturan di atasnya, yaitu UU-Desa sehingga Perbup tersebut hanya dijadikan pembenar oleh Bupati mengenai hal-hal yang menguntungkan dirinya sendiri tetapi dikesampingkan apabila tidak menguntungkan dirinya.
Kendati demikian, Kurniadi tidak sependapat dengan Ach. Supyadi, sepanjang menghubungkan pelaksanaan putusan dengan Perbup. Sebab, menurut Kurniadi, mengenai pelaksanaan putusan diatur oleh peraturan lain, yakni UU-PTUN. Tidak dapat diatur oleh Perbup.
Oleh karena itu, Kurniadi juga meminta kepada Ach. Supyadi agar juga konsisten dengan ketentuan hukum dan juga tidak meniru sikap dan perilaku Bupati Sumenep yang katanya hanya mencari enak sendiri itu.
Menurut Kurniadi, Ach. Supyadi juga keliru menggugat Kepala Desa karena seharusnya yang sepatutnya didudukkan sebagai Tergugat adalah Bupati Sumenep. Bukan Kepala Desa.
Pasalnya, menurut Kurniadi, meski yang memberhentikan Perangkat Desa adalah Kepala Desa, akan tetapi keputusan tersebut bukan berasal dari wewenang Kepala Desa itu sendiri. Melainkan merupakan kewenangan yang diperoleh dari mandat Bupati.
Artinya, kata Kurniadi, jenis kewenangan yang melekat kepada Kepala Desa dalam pemberhentian Perangkat Desa termasuk jenis kewenangan mandat. Bukan kewenangan atribusi dan delegasi.
Hal ini, kata Kurniadi, dapat dilihat dari adanya klausula peraturan yang menegaskan bahwa boleh tidaknya Perangkat Desa diberhentikan, bukan ditentukan sendiri oleh Kepala Desa. Melainkan ditentukan oleh camat.
Artinya, kata Kurniadi, Meskipun Kades ingin memberhentikan perangkatnya akan tetapi kalau camatnya tidak setuju, maka pemberhentian perangkat tidak dapat terjadi,” tandas Kurniadi kepada awak media ini melalui chatt whats’App (15/01).
Dengan demikian, kata Kurniadi, oleh karena Kepala Desa tidak memiliki kewenangan yang mandiri dalam membuat keputusan pemberhentian perangkat desa, maka menggugat Kepala Desa merupakan gugatan yang salah alamat alias Error In Persona.
“Yang dapat digugat adalah pemilik kewenangan yang asli, yaitu Bupati Sumenep,” tandas Kurniadi.
Oleh karena itu, kata Kurniadi, pihaknya berharap Ach. Supyadi tersebut agar mencabut gugatannya terhadap Kepala Desa Pagerungan Besar, dan bahkan Kepala Desa manapun tidak dapat digugat karena memberhentikan perangkatnya tersebut. (Admin).