Rasyid Nahdyin atau Abd. Rasyid mendadak ramai diperbincangkan aktivis dalam dua hari terakhir ini. Baik di warung-warung kopi maupun obrolan di dunia maya. Nama yang sebelumnya tidak pernah dikenal ini tiba-tiba populer setelah diulas tuntas oleh seorang advokat bernama Sulaisi.
Sebuah artikel yang ditulis sendiri oleh Sulaisi di media EjaToday.com, tanggal 25/12/2023 bertajuk: “Wartawan-Pengamat Seratus Ribuan“. Sulaisi mengungkap track record dan sisi gelap kehidupan Rasyid. Mulai dari menyebutnya sebagai wartawan harga seratus ribuan hingga pengamat Kopler.
Silang sengketa Sulaisi-Rasyid ini, tampaknya bermula dari keterlibatan Rasyid dalam pergumulan wacana tukar guling Tanah Kas Desa (TKD) di Kabupaten Sumenep yaitu antara 3 Pemerintah Desa (Pemdes) selaku Penjual dengan PT. Sinar Mega Indah Persada (PT.SMIP) yang terjadi pada tahun 1997.
Notes: Tukar guling TKD ini kemudian sekarang menjadi kasus tindak pidana korupsi yang saat ini perkaranya ditangani oleh Polda Jatim dan sudah ada tersangkanya. Termasuk di dalamnya kliennya Sulaisi.
Terakhir, untuk menegaskan pihaknya sebagai Pejuang Anti Korupsi, Rasyid pada tanggal 24/12/2023 berkomentar tentang Pra Peradilan yang sedang diajukan Sulaisi di Pengadilan Negeri Surabaya agar ditolak oleh Hakim.
Rasyid pun melalui komentarnya tersebut seolah-olah ingin menekan Hakim dan Jaksa yang menangani perkara tersebut untuk tidak memutus di luar yang diinginkan Rasyid, yaitu pra peradilan harus ditolak.
“Saya harap dalam penegakan hukum ini, demi tegaknya keadilan dan kebenaran putusan harus melalui pertimbangan hukum yang detail, Hakim dan Jaksa harus objektif, dst”, Kata Rasyid dikutip dari beritaviral.co.id (24/12).
Meski menggunakan kata “Objektif”, tetapi dalam penjelasan lanjutannya Rasyid menyatakan bahwa korupsi tukar guling sudah jelas yaitu karena tanah penggantinya tidak ada, sehingga mengandung pengertian kalau putusan tolak akan didasarkan pada fakta adanya tindak pidana yang sudah jelas.
“…kerugian negaranya sudah pasti dan contoh yang paling mudah 16.4 kg emas diganti dengan 17.5 kg besi, apalagi penggantinya tidak ada, simple kan? Dst“, Kata Rasyid dikutip dari beritaviral.co.id (24/12).
Komentar-komentar Rasyid itulah yang mungkin membuat Sulaisi hilang sabarnya dan kemudian mengambil celah kesalahan cara bernalar Rasyid dalam memahami hukum acara sebagai kesempatan untuk menjatuhkan Rasyid pada level terendah, yaitu dengan menyebutnya Pengamat Kopler.
Yach, Rasyid jatuh sedalam-dalamnya dengan dilumuri lumpur. Titel Rasyid sebagai pengamat Kopler menjadi masuk akal dan dapat diterima. Sebab bagi siapapun yang memahami hukum acara, sekalipun seumpama ada jaksa dalam Pra peradilan tapi putusannya tidak dapat dihubungkan dengan pokok perkara.
Apalagi, dalam perkara Pra yang diajukan Sulaisi, tidak ada jaksanya. Melainkan hanya ada Sulaisi sebagai Pemohon, Penyidik Polda Jatim sebagai Termohon, dan Hakim Tunggal sebagai pemutus.
Apa Kopler? Kamus Besar Bahasa Indonesia tidak mengenal istilah ini tapi lazim ditemukan dalam pergaulan masyarakat sehari-hari. Kopler merujuk pada 2 situasi: (1) Lucu dan (2) Idiot. Jadi, Pengamat Kopler pengertian dan maksudnya berayun di antara 2 kemungkinan itu. Kalau tidak lucu, ya idiot.
Lalu, Rasyid Nahdyin masuk dalam pengertian yang mana? “Pengamat Lucu”, ataukah “Pengamat Idiot”? Hanya Sulaisi yang tau. Tapi bagi saya, keduanya tidak ada yang enak. Baik lucu maupun idiot, sama-sama bermakna melecehkan.