SUMENEP, galaksi id,- Pro-kontra penanganan kasus korupsi tukar guling Tanah Kas Desa (TKD) di wilayah Kabupaten Sumenep yang perkaranya ditangani Polda Jawa Timur, kian meruncing. Semula hanya perbedaan pendapat tentang konstruksi hukumnya, kemudian berkembang menjadi saling serang.
Fenomena ini mulai tampak sejak Sulaisi, selaku Penasehat Hukum tersangka dalam kasus tersebut (Kontra Penyidik), menulis artikel dimedia EjaToday.com (25/12), yang isinya spesifik ditujukan kepada Rasyid Nahdyin dan sejumlah media yang opininya selalu pro penyidik.
Sulaisi Vulgar dan tanpa tedeng aling-aling menuding Rasyid dan media-media di belakangnya sebagai sindikat yang beroperasi hanya demi memburu uang Rp. 100 ribu, tanpa menghubungkan dengan dasar-dasar argumentasi Rasyid terkait pemahaman kasusnya.
Berdasarkan penelusuran media, Rasyid tidak hanya nyenggol Sulaisi, melainkan pernah berkali-kali mengatai Kurniadi selaku pengacara 3 Pemdes sebagai penyebar gagasan gila. Dalam arti, Rasyid seolah-olah punya misi untuk selalu berlawanan dengan Kurniadi dan Sulaisi.
Kurniadi tidak pernah menanggapi komentar-komentar Rasyid, tapi tidak demikian dengan Sulaisi ini. Boleh dibilang Rasyid ketemu batunya. Menyandang gelar Pengamat Seratus Ribuan, Pengamat Kopler dan Becek.
Meski Rasyid ketiban sial tidak membuat Kurniadi merasa senang. Bahkan, sosok ini terkesan membela Rasyid dan menyatakan kecewa dengan fenomena yang berkembang ke arah ini, yang seolah-olah Sulaisi-Rasyid berbeda pandangan.
Padahal, kata Kurniadi, relasi Sulaisi-Rasyid tidak layak disebut perselisihan, melainkan pembantaian. Yach, Sulaisi bantai Rasyid. Itu yang tepat, kata Kurniadi.
Hal itu, kata Kurniadi, karena respon Sulaisi terhadap Rasyid tidak berisi dasar-dasar bantahan atas berbagai statemen Rasyid, kecuali hanya ejekan dan cemoohan bahwa Rasyid bodoh. Selebihnya berisi ancaman. Bahwa Rasyid tidak akan memiliki akhir yang baik kalau berurusan dengan Sulaisi.
Selain itu, kata Kurniadi, Rasyid tidak memenuhi kualifikasi berada dipanggung yang sama dengan Sulaisi karena status dan kapasitasnya tidak seimbang. Baik secara kapasitas keilmuan maupun motivasi yang mendasarinya.
Dikatakan Kurniadi, Rasyid tidak memenuhi syarat untuk berbeda pendapat dengan Sulaisi. Sama halnya seorang murid Sekolah Dasar (SD) tidak memenuhi syarat untuk berbeda pendapat dengan gurunya. Itu perumpamaannya, kata Kurniadi.
“Rasyid tidak sebanding dengan Sulaisi, ya. Rasyid terkesan hasil menghafal. Bukan berasal dari kesadaran keilmuannya. Berbeda jauh dengan Sulaisi yang berbasis ilmu”, Terang Kurniadi ketika ngobrol santai dengan wartawan disalah satu warkop di Sumenep (26/12)..
Kendati demikian, Kurniadi mengaku tidak senang terhadap Sulaisi lantaran membantai Rasyid terlalu kejam. Apalagi, kata Kurniadi, Sulaisi sudah tau kalau Rasyid hanya bernilai Rp. 100 ribu, sehingga tidak perlu diancam secara berlebihan.
Bagaimana pun, kata Kurniadi, Rasyid merupakan sosok berbakat yang berpotensi untuk menjadi lebih besar di masa depan. Membaca sedikit saja beberapa kata di undang-undang, sudah memberinya kepercayaan diri yang tinggi seolah-olah sudah punya ilmu sedalam lautan dan mau menenggelamkan gunung.
Selain itu, kata Kurniadi, Rasyid masih belum sampai ditahap berbahaya karena nilainya masih dikisaran Rp. 100 ribu. Belum kelipatan juta. Tidak terlalu ganas. Toch hanya Rp. 100 ribu. Itu pun untuk beli nasi dan rokok yang merupakan kebutuhan dasarnya, kata Kurniadi. (Red).
Ikuti terus berita sengkarut tukar guling TKD Sumenep di: https://galaksi.id