SUMENEP (galaksi.id)— Gojang-ganjing di seputar masalah Pengangkatan Sekretaris Desa (Sekdes) Desa Matanair Kec. Rubaru Kab. Sumenep yang dikeluhkan warga setempat mendapat perhatian serius dari salah satu Organisasi Non Pemerintah (Ornop) yang concern di isu-isu demokrasi dan kebijakan publik, yakni Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Anggaran Publik Madura (LAPDAP-Madura).
Sebagai lembaga yang memang mengkhususkan diri pada isu-isu demokrasi dan kebijakan publik, Astri Dwifariyanti selaku Ketua pada lembaga tersebut mengaku mengikuti dan ikut memonitor perkembangan Desa tersebut terutama sejak Pilkadesnya menjadi masalah hukum hingga di Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya.
Menurut Astri, pengangkatan Sekdes yang dilakukan oleh mertuanya sendiri tersebut menyimpang dari asas kepatutan dan nilai-nilai kesusilaan yang hidup di dalam masyarakat karena termasuk perilaku nepotis yang dikutuk oleh segenap bangsa Indonesia.
Menurut Astri, Hubungan Mertua-Menantu dalam satu tubuh penyelenggaraan pemerintahan merupakan perilaku Nepotis karena mengesampingkan hak-hak warga lainnya dalam mengakses jabatan pemerintahan.
Astri semakin yakin kalau pengangkatan tersebut bersifat kolutif-nepotis, dengan menghubungkan pada peristiwa sebelumnya yakni pilkadesnya cacat akibat perilaku panitianya yang tidak netral.
Menurut Astri, merujuk pada peristiwa pilkades cacat tersebut, maka penunjukan Ketua Tim Pengangkatan Perangkat Desa oleh Kepala Desa untuk mengangkat Sekdes yang selanjutnya menghasilkan anak menantunya sendiri untuk diangkat sebagai Sekdes, diyakini Astri tidak jauh beda dengan yang terjadi pada pembentukan Panitia Pilkades tersebut yakni sengaja didesaian oleh Kades tersebut untuk dapat mendukungnya mempertahankan kekuasaannya dari jabatan Kepala Desa.
Artinya, kata Astri, Kepala Desa memang menghendaki anak menantunya yang diloloskan untuk diangkat sebagai Sekdes sehingga Tim Pengangkatan yang diangkatnya untuk melakukan seleksi tersebut melakukan rekayasa administratif melalui prosedur abal-abal.
Lebih lanjut Astri mengatakan bahwa Desa Matanair memiliki banyak sarjana yang pandai, terampil dan memiliki perhatian terhadap pemerintahan desa, sehingga tidak masuk akal apabila yang lolos seleksi hanya anak menantunya sendiri, kecuali pengumuman pendaftarannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh Tim Pengangkatan yang diangkat oleh kades tersebut.
Apalagi, kata Astri, pada saat mengangkat Tim Pengangkatan dan Mengangkat Sekdes, status jabatan Kepala Desa sudah dinyatakan batal oleh pengadilan.
“Menurut saya, selain tidak ta’at asas juga melanggar Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, ya,“ cuit Astri melalui whats’App kepada awak media ini (04/04).
Kendati demikian, Astri tidak sepenuhnya menjatuhkan celaannya kepada Kepala Desa Matanair yang mengangkat Anak Menantunya sendiri menjadi Sekdes. Pasalnya, bagi Astri, sebagai manusia biasa, Kepala Desa Matanair juga dapat dihinggapi nafsu berkuasa dan ingin menguasai segala-galanya dan bahkan ingin berkuasa untuk selama-lamanya.
Astri justru sangat menyayangkan sikap sejumlah pimpinan OPD yang seharusnya menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa justru abai dan permisif, sehingga sejumlah Pimpinan OPD tersebut potensial dicurigai telah ikut merekayasa dan menjadi aktor intelektual dibalik pengangkatan Sekretaris Desa Matanair yang dilakukan secara tidak wajar tersebut.
Astri menyebut setidaknya terdapat 4 pimpinan OPD yang terlibat dalam pengangkatan Sekdes Matanair. Antara lain Camat Rubaru, a.n. Arif Susanto., Kepala Bagian Hukum Pemda a.n. Hizbul Wathan, Inspektur Inspektorat a.n, Titik Suryati, dan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Sumenep, Moh. Ramli., S.Sos., M.Si.
Menurut Astri, dalam keadaan status kepala desa sudah dibatalkan pengadilan, Astri meyakini kalau pengangkatan sekdes tersebut tentu telah melalui serangkaian pembahasan ditingkat pimpinan OPD-OPD tersebut, antara lain Camat, DPMD, Kabag Hukum Pemda, dan Inspektorat.
“Minimal Camatlah yang bermain. Sebab kalau Camat tidak setuju, maka Pengangkatan Sekdes tersebut tidak akan pernah terjadi,” Tulis Astri melalui Whats’App kepada awak media ini.
Kendati demikian, Astri mengaku belum bisa menjelaskan secara detail mengenai bentuk dan modus keterlibatan OPD-OPD dimaksud karena lanskap dan postur permasalahannya bersifat rumit dan bersifat sistemik sehingga membutuhkan waktu untuk menjelaskan anatominya. Akan tetapi Astri berjanji akan segera merilisnya dilain kesempatan untuk tujuan edukasi politik-publik.
“Tunggu saja rilisnya,ya. Sebab butuh waktu untuk memformulasi diksi yang tetap untuk menggambarkan hubungan antara satu sama lainnya.
Sementara itu, Camat Rubaru, yang ketika dikonfirmasi mengenai permasalahan ini hingga berita ini tayang, belum merespon pertanyaan awak media ini. (Red).