Bupati Sumenep Ajukan Kasasi Atas Putusan Pengadilan Tinggi TUN, Kurniadi: Bukan Cara Yang Elok

Jailangkung
7 Min Read

galaksi.id (Sumenep-Jawa Timur)— Masih teringat dengan jelas gebyah uyah Pilkades Serentak Tahap-1 tanggal 14 November 2019 yang lalu. Salah satunya adalah Desa Matanair Kecamatan Rubaru Kab. Sumenep yang sempat membara oleh adanya kerusuhan akibat adanya dugaan kecurangan yang dilakukan oleh Panitia Pilkades.

Sebagaimana diketahui, meski dihasilkan dari kecurangan, Calon Petahana a.n. Ghazali tetap diangkat dan dilantik menjadi Kepala Desa oleh Bupati Sumenep, sehingga Ahmad Rasyidi selaku lawan dalam pilkades tersebut, merasa dirugikan, dan selanjutnya membawanya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya untuk meminta keadilan, terdaftar dengan Perkara Nomor: 37/G/2020/PTUN.SBY, tanggal 03 Maret 2020.

Perkara tersebut, sebagaimana sebelumnya ramai diberitakan media, telah memperoleh putusan pada tanggal 01 September 2020 yaitu dengan amar putusan kabul. Bupati kalah. Bupati diwajibkan untuk mencabut SK Pengangkatannya kepada orang bernama Ghazali tersebut. Akan tetapi Bagian Hukum Pemda selaku Kuasa Hukum Bupati, mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN).

Perkara ditingkat banding, terdaftar dengan Perkara Nomor: 223/G/2020/PT.TUN.SBY, tanggal 02 September 2020, yang selanjutnya telah putusa pada tanggal 07 Desember 2020 yang lalu.

Akan tetapi, lagi-lagi Pengadilan Tinggi TUN kembali mengalahkan Bupati Sumenep. Bahkan, pengadilan banding tersebut memperbaiki putusan pengadilan tingkat pertama, yaitu dengan menambah adanya perintah agar bupati Sumenep mengangkat dan melantik Ahmad Rasyidi sebagai Kepala Desa Matanair.

Terhadap putusan Pengadilan Tinggi TUN tersebut, Bagian Hukum Pemda Sumenep selaku Kuasa Hukun Bupati Sumenep, menyatakan Kasasi yaitu upaya hukum terakhir ke Mahkamah Agung.

Sementara itu, menanggapi upaya hukum kasasi yang diajukan Bupati tersebut, Kurniadi, selaku Kuasa Hukum Ahmad Rasyidi, menilai Upaya Hukum tersebut merupakan Upaya yang tidak dapat dibenarkan menurut hukum Acara karena jenis perkaranya termasuk perkara yang dibatasi pengajuan kasasinya oleh ketentuan UU-MARI (Mahkamah Agung RI).

“Pengajuan Kasasi tidak memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 45A ayat (1) dan (2) huruf c UU-RI No. 5/2004 Tentang Perubahan Atas UU-RI No.14/1985 Tentang Mahkamah Agung Republik Indonesia”. Tegas Kurniadi melalui Chatt Whats’App (29/12).

Menurut Kurniadi, perkara yang meliputi diri Ahmad Rasyidi dengan Bupati Sumenep ini, merupakan perkara yang dibatasi kasasinya. Dalam arti, perkara ini termasuk perkara yang tidak dapat dilakukan Upaya Hukum Kasasi karena Objek Sengketanya merupakan Keputusan Bupati selaku Pejabat Daerah yang jangkauannya hanya berlaku didaerah yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan UU di atas.

Isi dari ketentuan pasal 45 UU-MA dimaksud, berbunyi sebagai berikut:

Ayat (1), menyebutkan:

“Mahkamah Agung dalam perkara tingkat kasasi mengadili perkara yang memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh undang-undang ini dibatasi pengajuannya”

Ayat (2) menyebutkan:

Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a. Putusan Praperadilan;

b. Perkara yang diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau yang diancam dengan pidana denda;

c. Perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku didaerah yang bersangkutan”.

Lebih lanjut menurut Kurniadi, ketentuan isi Undang-undang tersebut telah dipertegas dengan adanya SEMA NO. 10/2020, yang menegaskan bahwa Sengketa Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa, termasuk perkara yang tidak dapat dikasasi.

Dengan demikian, menurut Kurniadi, sepatutnya Bupati Sumenep Legowo dan tidak mencari-cari alasan pembenar untuk menabrak hukum. Apalagi menurut Kurniadi, bupati tidak dirugikan oleh adanya putusan tersebut karena yang berkepentingan dengan perihal tersebut adalah Ghazali akan tetapi dalam kenyataannya Ghazali tidak masuk sebagai pihak yang menyertai Bupati dalam perkara.

“Ghazali sendiri tidak masuk sebagai pihak yang berkepentingan dalam perkara ini. Lha, yang semangat membela kok Bupati? Ini aneh!”Kata Kurniadi Penasaran kepada awak media ini (29/12).

Kendati demikian, Kurniadi tidak percaya kalau Bupati memiliki nalar hukum seperti ini, kecuali ada penyusup gelap yang masuk melalui Kuasa Hukumnya, yakni Bagian Hukum Pemda.

Menurut Kurniadi, model penanganan perkara yang dilakukan Pemda menyeleweng dari batas kewajaran. Pasalnya, seharusnya Bagian Hukum Pemda mengajak dan meminta Ghazali menyertainya dalam perkara yaitu dengan menempatkan diri sebagai Tergugat II Intervensi. Kalau Ghazali tidak mau menyertai bupati sebagai pihak, berarti Ghazali telah merendahkan Bupati.

“Masak Bupati yang disuruh bertanggungjawab untuk mempertahankan Ghazali! Tidak masuk akal!” Tandas Kurniadi penasaran.

Tetapi, kata Kurniadi, bila Bupati atau kuasa hukumnya tidak merasa tersinggung atas sikap Ghazali, dan bahkan justru ngotot mempertahankan SK-nya, akan menggiring persangkaan Ghazali tersebut merupakan pihak yang memodali atau membiayai Bupati atau kuasanya, untuk mempertahankan kepentingan Ghazali dalam perkara ini.

“Ini jelas mencurigakan sekali”. Tegas Kurniadi. Apalagi kata Kurniadi, kalau kalah di kasasi, Bagian Hukum Pemda memastikan akan menempuh Upaya Hukum PK (Peninjauan Kembali).

Ini sangat tidak wajar karena perbuatan ini sama halnya dengan memberi kesempatan kepada Ghazali yang sudah nyata-nyata dianggap tidak sah, untuk terus-menerus menghimpun kekuatan dana yang bersumber dari Keuangan Desa.

Kurniadi berharap, Bupati Sumenep bisa memberikan contoh mengenai perilaku jujur dan taat hukum. Tidak menempatkan diri seperti seorang pengacara yang membela kliennya.

Termasuk akan tetapi tidak terbatas, kata Kurniadi, Bupati tidak segan-segan untuk mengevaluasi kinerja tim hukumnya, yang dalam hal ini adalah bagian hukum Pemda. (Zan).

- Advertisement -
Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan