Menarik! Tentang Tepuk Bokong dan Lepas Tali Kutang, Begini Tanggapan Ketua Forhati Sumenep

Jailangkung
4 Min Read

SUMENEP (galaksi.id)– Silang sengketa “ER” dengan rekan kerjanya, “MS” yang viral dengan kasus tepuk bokong dan lepas tali kutang, kini memperoleh perhatian serius dari Masudah, SH., Ketua Forum Alumni HMI Wati (Forhati) Sumenep.

Aktivis Perempuan yang juga seorang Pengacara ini menyatakan bahwa framming berita media telah berkembang secara liar dan mengutub pada 2 faksi yang saling bertentangan.

Satu pihak memframming pelaku seolah-olah bersalah sehingga menuntut Jaksa supaya menyidangkan pelaku, sedangkan pihak lainnya menyebut korban hanya berimajinasi dan berhalusinasi, sehingga menuntut penghentian penyidikan.

Di bawah terjadinya pro kontra ini Aktivis Perempuan yang akrab dipanggil Bunda Uda ini mengingatkan masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam memahami informasi berita media yang berkenaan dengan kasus ini karena rentan dan berpotensi dimanipulasi untuk tujuan-tujuan tidak terpuji.

Dikatakan Uda, isu keperempuanan memiliki sensitivitas tinggi, menciptakan daya tarik tersendiri dan bernilai tinggi dalam industri media, baik media sosial, pers dan jurnalistik, sehingga tidak menutup kemungkinan adanya rekayasa dalam kasus ini untuk tujuan komersial karena dengan diksi-diksi yang menyebar dinilainya sudah termasuk eksploitasi perempuan.

Dibawah perspektif itu, Uda mengatakan bahwa diksi-diksi yang dikembangkan media dengan sendirinya telah menjelma menjadi bentuk dari eksploitasi perempuan karena membangkitkan imajinasi mesum pada setiap pembaca. Mulai dari membayangkan kecantikan rupa korban yang sebagai teller bank, hingga membayangkan isi dibalik tali kutang.

“Korban tidak perlu memperlihatkan isi dibalik kutang, ya. Tapi ketika korban menyebut tali kutang dirinya dilepas, ini sudah memicu imajinasi setiap orang untuk membayangkan hal-hal mesum, ya”, Terang Uda kepada wartawan melalui sambungan telponnya (17/02).

Lebihlanjut Uda mengatakan bahwa untuk menarik perhatian orang, Uda mengatakan bahwa tak jarang perempuan justru sengaja mengeksploitasi dirinya sendiri, melakukan pose-pose mesum seperti memperlihatkan buah dada, paha, dan bahkan pose-pose lain yang merendahkan martabat dirinya sendiri.

Di bawah fenomena yang demikian, Uda pun tidak menampik bahwa dalam kasus ini juga sangat terbuka adanya kemungkinan terjadi adanya rekayasa, yaitu korban sengaja ingin menviralkan dirinya sendiri dengan diksi-diksi mesum yang dapat menarik perhatian publik, juga bisa jadi korban sengaja menyediakan dirinya untuk dieksploitasi oleh pihak lain untuk tujuan komersial.

Disinggung mengenai siapa yang salah dan benar dalam kasus ini, Uda pun menampik memberikan jawaban karena sudah masuk pada pokok perkara yang memerlukan pengujian pada alat bukti yang hanya bisa dilakukan dipengadilan.

Kendati demikian, Uda mengaku mulai ragu-ragu dengan sederet keterangan korban yang cenderung tidak masuk akal, antara lain mengaku trauma dan takut bertemu pelaku sehingga mengambil cuti. Padahal, kata Uda, cuti yang dimaksud ternyata sudah diajukan oleh korban jauh sebelum terjadinya peristiwa.

Dan yang lebih membuat Uda sangsi adalah korban mengaku dipaksa tutup mulut oleh pimpinannya padahal kenyataannya pimpinannya hanya meminta korban untuk tidak mengumbar pengakuannya ke publik.

Menurut Uda, permintaan pimpinan korban untuk tidak mempublis merupakan permintaan yang wajar dari seorang pimpinan untuk menghindari sorotan dan manipulasi publik terhadap tempat kerjanya.

Selain itu, kata Uda, setelah pihaknya mendengar penjelasan pimpinan korban, ternyata korban tidak dipecat melainkan karena masa kerjanya sebagai karyawan magang, sudah berakhir dan tidak dapat diperpanjang lagi.

“Yach, kalau faktanya ternyata seperti itu, ini kan bisa menimbulkan keraguan publik, ya. Jangan-jangan korban atau pihak lain memang sengaja memanipulasi situasi dengan tujuan memperoleh simpatik”, kata Uda menutup wawancaranya dengan wartawan (Ady/Red).

- Advertisement -
Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan