Minta Perlindungan Hukum Ke Mahfud MD, Raja Hantu Sebut Herman Djaya Serigala Berbulu Domba

Jailangkung
4 Min Read

JAKARTA (galaksi.id)– Dilansir dari 86News.co, tanggal 03/01/2023, seorang kakek usia 80 tahunan bernama Herman Djaya meminta perlindungan hukum kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhukam RI), Mahfudz MD.

Permohonan Herman kepada Mahfud itu berhubungan dengan perkara No. 129 PK/TUN/2022, yang akan diperiksa oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam tingkat Peninjauan Kembali Ke-II (PK Ke-II), yang diduga oleh Herman akan melahirkan putusan yang tidak objektif karena dihasilkan dari suatu praktek mafia peradilan, yaitu penyalahgunaan wewenang oleh pengadilan karena masih membuka ruang PK Ke-II.

Artinya, PK Ke-II ini dinilai Herman melanggar asas litis finiri oportet, yaitu bahwa setiap perkara harus ada akhirnya. Sehingga seharusnya tidak ada PK Ke-II karena akan mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum kepada pihak yang berperkara.

Inisiatif Herman untuk meminta Mahfud memberikan atensi terhadap perkara ini lantaran Menko diyakini Herman memiliki perhatian khusus terhadap isu-isu mafia peradilan yang didengarnya sendiri dari pidato Menko saat acara MUNAS KAHMI ke-XI di Palu tanggal 26 November 2022 yang lalu.

Selain kepada Menko Polhukam, Herman Djaya juga mengadu kepada Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahyanto, agar melakukan inspeksi ke kantor pertanahan Kota Administrasi Jakarta Pusat, lantaran sertifikat milik Aziz Wellang tak kunjung dicoret padahal sudah ada perintah dari Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta).

Sementara itu, menanggapi pernyataan dan manuver yang dilancarkan oleh Herman Djaya tersebut, Kurniadi, selaku mantan Kuasa Hukum Mohammad Aziz Wellang, menanggapinya dengan dingin. Pasalnya, apa-apa yang dinyatakan oleh Herman Djaya dinilai Kurniadi sebagai sikap yang diumpamakan dalam kata pepatah: Serigala Berbulu Domba.

Pengacara yang populer dengan sebutan Raja Hantu, yang saat ini juga menjabat sebagai Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) ini menyatakan bahwa pernyataan Herman tersebut sejatinya menunjuk kepada dirinya sendiri, yaitu menjadi pihak yang selalu mengandalkan tipu muslihat, menghalalkan praktek-praktek kotor di sepanjang usahanya untuk memperoleh tanah perkara ini.

Dikatakan Kurniadi, praktek mafia peradilan yang ditujukan kepada Aziz Wellang sama sekali tidak masuk akal karena selama ini Aziz Wellang berada pada posisi yang selalu dikalahkan sehingga harus mengambil upaya hukum terakhir berupa Peninjauan Kembali Ke-II ini.

Itu pun kata Kurniadi, Upaya Hukum PK Ke-II ini didasarkan pada bukti otentik, antara lain adanya putusan pengadilan pidana yang dapat membuktikan bahwa kemenangan Herman Djaya dalam berperkara selama ini ternyata karena menggunakan bukti-bukti palsu dan dipalsukan. Sehingga wajar apabila perkara yang sebelumnya dimenangkan Herman harus dibatalkan.

Kurniadi justru mencurigai pernyataan Herman merupakan siasatnya supaya pihaknya tidak disorot oleh publik sehingga leluasa untuk melancarkan komunikasi dan transaksi dengan dengan koneksi-koneksinya.

“Bila ada mafia tanah dan mafia peradilan, maka yang memenuhi kualifikasi untuk menyandang predikat itu adalah Herman Djaya sendiri, ya. Artinya, ini yang disebut Serigala Berbulu Domba”, Kata Kurniadi kepada wartawan saat dijumpai dalam suatu acara seminar (26/02).

Lebih lanjut Kurniadi menjanjikan akan membuat rilis resmi secara berseri guna memperjelas pengetahuan publik tentang diri Herman yang dikatakannya penuh tipu daya dan muslihat, termasuk mengenai kemampuannya berpura-pura untuk menyamarkan maksud kejahatannya.

Berdasarkan penelusuran awak media, perseteruan Herman Djaya dengan Mohammad Aziz Wellang ini sudah berlangsung selama belasan tahun, terhitung sejak tahun 2013 sampai sekarang. Perseteruan keduanya berkaitan dengan sebidang tanah yang terletak di wilayah Tanah Abang Jakarta Pusat senilai tidak kurang dari Rp. 30 Milyar. (Ady/Red).

- Advertisement -
Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan